24 Februari 2008

Kreasi Pecahan Kaca Diminati Hingga Mancanegara

Siapa sangka, pecahan kaca bisa disulap menjadi beberapa jenis kerajinan eksklusif seperti asbak, meja hias, vas bunga bahkan minatur menara Pisa dan Petronas. Penasaran? Fisamawati

Tidak selamanya kerajinan kertas, kayu, bambu atau keramik menjadi monopoli demi perolehan keindahan dan kecantikan suatu ruangan. Kerajinan kaca pun ternyata bisa menambah keapikan bahkan kemewahan dekorasi sebuah ruang. Dengan berbagai cara, kaca bening dan warna, setelah diolah serta dipadukan menjadi sebuah seni kerajinan, dipastikan akan mampu melahirkan daya pikat tersendiri.

Ketika mendengar kata pecahan kaca, hal yang terlintas adalah membuang jauh-jauh benda tersebut karena ketajaman kaca bisa mengakibatkan luka. Tetapi, tidak di tangan kreatif Johan Prasetio, pecahan kaca mampu membawa rezeki tersendiri. “Saya berniat membuka usaha sendiri karena alasan sulitnya mencari pekerjaan setelah lulus kuliah. Bahkan modal yang saya gunakan adalah sisa uang dari pendaftaran kerja di Semarang,” ungkap Sarjana Pendidikan ini.

Awalnya, Johan menekuni usaha dengan mendaur ulang limbah seperti kertas, karton dan daun kering untuk diolah menjadi souvenir, kartu undangan hingga pernak-pernik hiasan rumah tangga, furniture, frame foto dan sebagainya. “Sejak memulai usaha pada tahun 90-an, produk yang saya buat adalah undangan dan souvenir-souvenir berbahan limbah kertas dan sejenisnya. Dengan bahan tersebut maka modal yang diperlukan pun tidak terlalu besar,” Jo mengaku mengeluarkan modal awal sebesar Rp 70.000,-.

Namun, kreasi produk terus dikembangkan Jo-begitu ia disapa, dengan mengolah bahan limbah pecahan kaca. "Saya tertarik membuat kerajinan dari limbah kaca karena bahan baku kaca tidak ada masalah dan bahan selalu tersedia. Sedangkan harganya murah," ungkap Johan. Ia pun menambahkan, limbah kaca tersebut dibelinya dari sebuah perusahaan pembuat kaca di Tegal.

Jo menceritakan, proses pembuatan kerajinan pecahan kaca memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Pertama, harus dibuat kerangka utama sebagai acuan model item yang akan dibuat, lalu kaca dipotong dengan ukuran satu sentimeter. Sebelumnya kaca harus dibersihkan terlebih dahulu. Tahap selanjutnya, potongan-potongan kaca disusun mengikuti kerangka dengan bantuan lem perekat. “Untuk menghindari luka tangan akibat pinggiran potongan kaca maka item itu digerinda (diamplas,red),” imbuh suami Evi Nufiati ini.

Dalam produksi, Jo dibantu oleh beberapa masyarakat sekitar lingkungan tempat tinggalnya. “Jadi selain gallery ini, ada tempat workshop yang dikhususkan untuk produksi berat seperti pemotongan kaca yang dilakukan masyarakat sekitar. Biasanya upah yang saya terapkan tergantung dari tingkat kesulitan produk tersebut. Semakin sulit maka semakin tinggi upahnya,” terangnya.

Lalu berapa harga yang ditawarkan untuk produknya? “Harganya sangat bervariasi, kisaran harganya dimulai dari puluhan ribu sampai jutaan rupiah. Untuk asbak ukuran kecil dijual dengan harga Rp. 12.000,-, lampu seharga Rp. 250.000,- dan miniatur menara Pisa berbobot setengah kilogram dijual dengan harga Rp. 500.000,-.Bila dilihat dari modal untuk pembuatan memang tidak seberapa tapi di sini saya juga menjual nilai seni,” ucap pria kelahiran 28 Juni 1978 ini.

Kini Jo telah menghasilkan kurang lebih 200 item kerajinan pecahan kaca di bawah naungan lebel “Jo Art” dengan omset mencapai Rp. 40 juta per bulan. Bahkan ia memiliki ide untuk membuat miniatur tujuh keajaiban dunia dan sejumlah bangunan bersejarah di dunia dari limbah kaca. “Baru-baru ini saya telah membuat miniatur Twin Towers Malaysia (Menara Petronas, red) seharga tiga juta yang secara khusus dipesan untuk Malaysia,” ungkapnya.

Pembeli tak hanya sebatas konsumen dalam negeri saja, negara ASEAN pun melirik kerajinan pecahan kaca bernilai seni tinggi tersebut. “Umumnya mereka mengetahui produk-produk kami dari acara pameran yang kami ikuti. Kemudian mereka datang dan langsung memesan,” kata Jo ketika diwawancarai di gallerynya yang terletak di Jalan Setia Budi No. 11, Tegal.

Ia mengaku, produk-produk yang ada di gallerynya sifatnya limited edition yang sengaja didesain sendiri untuk memenuhi standar kepuasan pembeli. “Pesanan bentuk apa pun dapat dikerjakan asalkan ada contoh produk yang akan dibuat,” ujarnya. Selain itu, ia pun memberikan layanan garansi barang jika ada kerusakan pengiriman.

Kaca Grafir Samidi Diminati Pembeli Asing

MESKI letaknya di desa jauh dari kota, tempat usaha kaca grafir milik Samidi Budi R didatangi oleh banyak pembeli. Orang mengetahui tempat usaha perajin kaca itu dari mulut ke mulut. Sebagian yang lain memborong produknya setelah melihat-lihat kiosnya di kompleks Toko Gudang Rabat Alfa, Solo Baru.

Di bengkelnya Kampung Gondang RT 03/RW VI, Bakipandeyan, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo, bapak tiga anak itu memproduksi dan memasarkan sendiri kaca-kaca grafir dan kaca befel (kaca yang bagian pinggirnya dibentuk persegi sehingga tampak lebih tebal dari aslinya-Red).

Dari bahan baku kaca cermin ia bisa membuat meja rias serta kaca ayu atau kaca rias yang bentuknya mirip peninggalan bangsawan zaman dulu.

Selain itu, ia memproduksi kaca patri yang dibentuk menjadi aneka barang. Ada yang dibentuk lampu kamar model duduk, lampu teras model tempel, atau pintu dan jendela.

Dibandingkan dengan kaca grafir produk kaca patri belum begitu banyak. Peminat kaca patri adalah konsumen dalam negeri dan sebagian besar kalangan menengah ke atas.

Dengan hiasan kaca-kaca itu sebuah rumah tampak lebih gagah dan mewah. Namun karena harganya yang tinggi hiasan kaca seperti itu tak banyak dimiliki oleh keluarga biasa.

''Pembeli saya lebih banyak dari luar negeri,'' ujar lelaki yang akan memasuki usia 50 itu.

Sejak 1990 produknya telah sampai luar negeri. Kebanyakan pembelinya dari AS, Australia, dan Inggris. Di samping pelanggan tetap dalam jumlah besar, pembeli lainnya adalah buyers mebel yang datang ke Solo.

Sambil membeli mebel mereka mengisi sela-sela kontainer yang masih kosong untuk diselipi barang-barang dari kaca.

Meskipun hanya memanfaatkan ruang kecil di sela-sela tumpukan mebel, tak jarang nilai kaca grafirnya justru lebih tinggi. Maklum, barangnya tipis dan kecil sehingga tak begitu menyita ruangan.

Modal Rp 1,5 Juta

Usaha tersebut digeluti sejak 1988. Dia yang telah memiliki pengalaman selama lima tahun sebagai tukang grafir kaca coba-coba mendirikan usaha sendiri.

''Dengan modal hanya Rp 1,5 juta saya memberanikan diri memulai usaha,'' tuturnya.

Produknya yang pada awalnya hanya beberapa buah ditawarkan keliling daerah. Selama tujuh tahun keliling secara door to door ternyata produknya diminati.

Keuntungan yang lumayan membuat ia membangun tempat usahanya yang semula berupa gubuk semipermanen menjadi bangunan representatif. Meski hanya berukuran 9 x 41 m2, tempat usahanya sekarang menyerupai pabrik mini.

Di situlah dia memimpin usaha dengan 40 karyawan. Pekerjaan mulai pengadaan bahan baku, pengawasan produksi, hingga pemasaran ditangani sendiri dibantu istri dan anak-anaknya.

''Sekarang omzet saya belum begitu banyak. Sebulan baru sekitar Rp 100 juta,'' jelasnya.

Namanya kaca pasti mudah pecah. Karena itu, semua pekerjanya harus ekstrahati-hati. Kehati-hatian ditanamkan sejak dini sehingga tak pernah terjadi kaca pecah.

Dengan peralatan berupa gerinda yang digerakkan motor 1PK, tenaga-tenaga terampil itu tampak terlatih benar memegang kaca.

Kaca ukuran besar atau kecil digerak-gerakkan di atas gerinda yang berputar. Dalam waktu tak lama terbentuk menjadi kaca dengan hiasan bunga-bunga indah. Di bagian lain, tampak tangan-tangan terlatih mematri kaca warna-warni.

Perpaduan antara potongan kaca warna-warni menjelma menjadi kap-kap lampu indah. Ketika barang itu terkena sinar lampu dari bagian dalamnya, muncul kesan anggun, indah, dan memesona.

Barang-barang kaca grafir harganya Rp 300 ribu hingga jutaan rupiah. Sebuah kaca patri berukuran 48x120 cm harganya Rp 600 ribu. (Subakti A Sidik-53)

Hiasan Kaca Bernuansa Seni

JIKA Anda mengunjungi mal atau supermarket, akan terlihat pemandangan berbagai gambar dalam kaca. Pada perkembangannya, kini kaca tidak lagi hanya sebagai pelengkap jendela atau pintu.

''Kaca kini sedang ngetren sebagai aksesori ruangan. Tidak lagi sekadar ditempelkan pada jendela ataupun pintu. Akan tetapi, merupakan hiasan bernuansa seni yang tinggi,'' ucap Darul Hikmah, pemilik toko Jaya Kaca Kadilangu, Batang.

Dia yang menjual berbagai jenis kaca di Jalan Pemuda 115 Kauman itu menuturkan, sekarang kaca banyak digunakan dalam berbagai variasi.

''Sekarang ini ada hiasan dari kaca atau grafir dengan berbagai bentuk dan motif. Ada bunga, ada pula binatang. Warnanya berani dan indah. Di tempat kami banyak yang pesan.''

Sedia Kaligrafi

Ada juga, lanjut dia, anggota masyarakat yang memesan gambar pemandangan. Dia menyebutkan, di tokonya tak hanya menjual kaca tetapi juga berbagai hiasan, seperti kerudung lampu hias patri dengan kombinasi kaca warna-warni.

Selain itu, kaligrafi yang ditulis di kaca baik pesanan dalam warna-warni maupun grafir.

Atau bingkai foto dengan segala macam ukuran dan jenis kaca juga tersedia. Pembeli bisa memesan kaca hias baik untuk ruang keluarga maupun dipajang di kamar mandi.

''Bahkan, kaca hias dengan ukiran grafir sekarang ini lagi mode. Kalau biasanya kan dipasang di atas wastafel, kini sudah banyak yang pesan dipasang mandiri dengan multifungsi,'' ungkapnya. (Arif Suryoto-52j)

21 Februari 2008

Kaca Warna Semakin Memesona

SEKITAR lima belas tahun yang lalu muncul kembali kegemaran para pemilik rumah untuk menghiasi rumah mereka dengan kaca warna (kaca patri/lood glass). Walaupun sekarang mengalami penurunan penggemar, namun kita harus ingat bahwa dalam sejarahnya kaca warna ini selalu berulang-ulang digemari kembali. Kemungkinan besar di masa depan akan muncul demam kaca warna lagi.

Kemampuannya untuk membuat warna-warna menjadi lebih cemerlang barangkali membuat kaca warna ini digemari, dilupakan, dan digemari lagi. Sebenarnya kaca warna tidak dibatasi oleh suatu gaya arsitektur apa pun karena pola atau gambarnya selalu bisa mengadopsi gaya apa pun.

Apakah art-nouveau yang penuh dengan garis lengkung yang cocok untuk gaya rumah yang cenderung klasik, atau mengadopsi gaya art-deco untuk rumah dengan gaya yang sama. Atau bahkan gambar suatu panel kaca warna bisa menyimulasi gaya lukisan Piet Mondriaan, yang bermain dalam komposisi segi empat warna-warni, untuk rumah gaya minimalis yang sedang tren saat ini. Pada dasarnya, apa pun gaya rumah Anda, selalu bisa dihiasi dengan kaca warna. Jadi, sebenarnya penggunaan kaca warna tak perlu mengalami pasang surut.

Supaya keindahannya maksimal, sebaiknya panel kaca warna memperhitungkan faktor cahaya dalam penempatannya. Baik cahaya buatan maupun cahaya lampu listrik. Kaca warna yang tak pernah kena cahaya malah akan tampak suram. Karena itu, penempatannya sebagai bagian dari jendela yang menghadap luar tentu sangat dianjurkan.

Kaca warna bisa juga diaplikasikan pada rumah yang sudah dibangun, asal memerhatikan keharmonisan dengan elemen-elemen arsitekturnya.

Beberapa tips lain untuk yang berniat menggunakan kaca warna.

Rancanglah pola gambarnya dengan saksama. Biasanya pembuat kaca warna akan memberi beberapa contoh pola gambar dalam berbagai gaya yang bisa Anda pilih, tetapi sebaiknya memang Anda membuat rancangan Anda sendiri, meskipun dengan bantuan seorang seniman atau arsitek Anda. Maksudnya agar gambarnya bisa seperti yang benar-benar Anda inginkan atau bahkan bisa mengekspresikan siapa diri Anda sebagai pemilik rumah.

Bahan kepingan kaca berasal dari berbagai mutu dan harga. Anda tak perlu menyangkutpautkan harga dengan kualitas akhir rancangan sebuah panel kaca warna. Panel kaca dari bahan yang paling murah bisa memiliki keindahan yang tinggi asal dirancang dengan tepat. Sebaliknya dari bahan bahan yang mahal bisa berkesan norak kalau desainnya salah, meskipun bisa juga menjadi prima kalau rancangannya juga prima.

Jadi, kembali ke soal rancangan, kita bisa sekaligus "merancang biayanya" selain merancang gambarnya. Umpamanya dengan menggabungkan unsur-unsur yang murah dengan yang mahal.

Belakangan juga ditawarkan kaca warna dengan tiga lapis kaca yang dikeluarkan udaranya (divakum). Ini cukup baik karena membuka kemungkinan baru dalam rancangan seperti panel kaca yang lebih kokoh untuk keamanan dan juga memberikan kemungkinan rancangan panel yang lebih luas. Namun, Anda harus tetap memperhitungkan kebutuhan rancangan Anda yang sebenarnya, supaya Anda tidak menginvestasikan biaya yang sebenarnya tidak perlu.

Rancangan kaca tiga lapis dengan ruang hampa udara di antara lapisan kacanya dimaksudkan untuk menghindari pengembunan yang akan mengganggu keindahan kaca patri ini. Pengembunan ini hanya terjadi bila kaca patri tersebut memisahkan udara dingin dan udara panas. Seperti di antara ruang dalam yang ber-AC dan ruang luar yang temperaturnya jauh lebih tinggi. Atau sebaliknya, antara ruang luar yang sangat dingin dan ruang dalam yang hangat seperti yang terdapat di daerah yang punya musim dingin.

Nah, mau pasang kaca warna sekarang? Silakan rancang gambarnya dulu.

Saptono Istiawan IAI

Kemewahan Roxy Glass

Kaca. Benda ini biasanya dipakai untuk cermin dan menjadi bagian dari bangunan rumah. Umumnya, berwarna hitam atau putih dan tampil polos. Tapi, kini tidak lagi. Kaca pun 'bergaya'. Warnanya beraneka, penuh ukiran rumit, dan lebih sedap dipandang.

Lihat saja penampilan kaca-kaca Roxy Glass, sebuah perusahaan yang khusus memproduksi aneka kaca dekoratif. Motif kaca hias ini beragam seperti bentuk bunga-bunga, dedaunan, bahkan binatang. Warnanya pun tak kalah bervariasi. Ada yang bening saja, kuning, biru muda hingga warna-warni sesuai objek yang diukir.

Untuk kacanya, ada kaca patri atau mozaik yang dikenal sebagai stained glass. Biasanya, jenis kaca inilah yang lazim menghiasi bangunan-bangunan bersejarah dunia. Dengan ukiran indah, jendela rumah Anda pun akan tampil beda dan terkesan lebih mewah. Apalagi keindahan kaca hias ini tidak hanya dapat dinikmati dari luar, melainkan juga dari dalam.

Tetapi, tidak hanya membuat jendela lebih cantik, kaca mozaik juga dapat Anda gunakan sebagai daya tarik utama langit-langit rumah dalam bentuk kubah. Keindahannya akan memaksa tiap kepala menengadah dan berdecak kagum.

Anda juga dapat menggunakan kaca untuk partisi. Partisi kaca memungkinkan ruangan memiliki privasi tersendiri. Namun, tak membuat ruangan terkesan sempit. Ketebalan atau tekstur kaca silakan Anda pilih sesuai selera.

Sebagai penyambung mozaik tersedia tiga pilihan warna yang digunakan, yaitu tembaga, perak, atau hitam. Kaca ini disegel secara permanen dengan dua panel untuk keamanan ekstra. Selain itu kaca juga dapat meredam suara dan mudah dibersihkan.

Uniknya, kaca ini adalah kerajinan tangan yang tentunya membutuhkan ketelitian, keahlian, dedikasi, dan waktu. Bila Anda tertarik, Roxy Glass mematok harga per meter persegi berkisar Rp 2 juta hingga Rp 3,5 juta. Taklah berlebihan jika dikatakan warna-warni 'lukisan' pada kaca memberikan suasana sendiri. Kemewahan pun akan terpancar dari sebentuk kaca. c10

Pintu Berkaca
Dengan Roxy Glass, tidak hanya jendela, kubah, dan partisi saja yang tampak indah. Pintu rumah pun bisa berhias dengan kaca indah ini. Dengan elemen kaca berkombinasi bentuk dan warna, pintu yang terbuat dari kayu pilihan terlihat elegan

Untuk pintu, aneka gaya dekorasi kaca pun tersedia. Ada gaya Cheltenham Rose, Acacia Rose, Cadiz Rose, Lincoln, Tasman, dan Chester Sapphire. Setiap tipe mencuatkan ciri tersendiri seperti Acacia Rose yang menampilkan daya tarik mawar dengan warna merah dan salur-salur daunnya. Anda dapat memesan desain khusus sesuai dengan keinginan.

Selain pintu yang berhias kaca, Roxy Glass juga menyediakan pintu yang seluruhnya terbuat dari kaca. Biasanya digunakan sebagai shower door dengan desain art deco yang terkesan simpel, modern, namun tetap elegan.

Pintu kamar mandi yang terbuat dari kaca juga tampak indah dengan ketebalan mencapai satu sentimeter. Harga pintu shower ini bervariasi mulai dari Rp 1 juta sampai Rp 2 juta. Harga tergantung banyaknya ornamen di pintu. Kaca ini tahan panas dan kedap suara. c10

Kaca Kuat
Melihat kaca boleh jadi rasa cemas bakal muncul. Mungkin saja Anda khawatir kaca itu mudah pecah. Namun, hal ini tak berlaku untuk kaca-kaca Roxy Glass.

18 Februari 2008

Kerajinan Ukir Kaca, Unik dan Menguntungkan

Surabaya – Keterampilan ukir kaca yang digeluti Andi Rifiansyah memang tergolong unik. Berkat kepiawaiannya dalam seni dan keterampilan ukir kaca, menjadi dia sebagai salah satu pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang patut diperhitungkan.
Sejak setahun terakhir ini, Andi bersama istrinya memberanikan diri membuka usaha ukir kaca di rumahnya, Perumtas I Blok K-14/34 Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur. Berbekal keterampilan yang diperolehnya dari kursus di Malaysia, kualitas seni ukir kaca yang dimiliki Andi semakin matang.
“Seni ukir kaca ini menggunakan kaca antipanas atau pireks. Saat ini sudah banyak model yang telah kami buat, baik itu melayani pesanan pelanggan maupun kreasi sendiri,” kata Andi didampingi istrinya, Pujiastuti yang bertindak sebagai pimpinan dari Netha Art & Craft.
Sebenarnya keterampilan seni ukir kaca ini sudah dimiliki Andi sejak tahun ‘90-an. Saat itu ia bekerja di salah satu perusahaan kaca modifikasi di Sidoarjo. Berkat kinerjanya yang bagus, perusahaan tersebut mengirimkan Andi ke Malaysia untuk menempuh kursus ukir kaca selama tiga tahun.
Akhirnya pada tahun 2004 lalu, Andi berhasil lulus kursus dengan membawa sertifikat ahli di bidang ukir kaca. Sayangnya, saat itu perusahaan yang telah mengirimkan dirinya, justru mengalami masalah keuangan sehingga akhirnya ditutup.
“Saat itu saya sempat bingung karena tidak bisa bekerja lagi. Akhirnya kami berpikir untuk membuka galeri seni dan kerajinan sendiri untuk memproduksi dan memasarkan hasil keterampilan ukir kaca ini. Pada tahun 2005 lalu kami mendirikan Netha Art & Craft ini,” kata Pujiastuti.

Pesanan Mengalir
Saat itu, lanjutnya, dengan modal dari hasil sendiri dan pinjaman, mulailah usaha ini dirintis. Bahan-bahan kaca pireks batangan ia datangkan dari Bandung. “Kami mulai membuat berbagai suvenir kecil-kecil. Ternyata saat itu minat masyarakat sangat besar, sehingga kreasi kami laku cukup banyak,” ungkapnya.
Tidak lama kemudian, salah satu perusahaan dan konter alat-alat olahraga menghubungi Pujiastuti untuk memesan trofi yang terbuat dari kaca untuk kejuaran golf. Kontan saja pesanan tersebut ia terima meski harus terlebih dulu membuat berbagai contoh trofi.
“Ternyata dari contoh yang kami buat, mereka tertarik. Saat itu mereka langsung memesan puluhan set trofi (satu set terdiri dari tiga buah trofi) yang di atasnya terukir orang yang sedang memukul bola golf,” paparnya.
Laku dengan harga Rp 700.000 hingga Rp 1 juta untuk tiap set trofi, menjadikan Andi dan Pujiastuti merasa lega. Sebab uang hasil penjualan tersebut bisa digunakan untuk menambah modal. “Dari situ kami akhirnya berhasil mengembangkan usaha ini. Dan konter alat-alat olahraga tersebut sampai kini menjadi pelanggan tetap kami,” tuturnya.
Proses membuat ukiran kaca memang sangat unik. Produk kerajinan tangan yang berasal dari Australia ini memerlukan ketelitian, kesabaran, dan imajinasi yang tinggi. Berkat keahlian dan imajinasi yang tinggi, akan tercipta bentuk-bentuk ukiran kaca yang artistik.
Untuk menciptakan suatu bentuk ukiran, tidak bisa dilakukan melalui cetakan, tetapi langsung diukir dengan menggunakan tangan dan kaca dengan pembakaran pada suhu tinggi. Dengan mudahnya Andi melenggak-lenggokkan batangan kaca pijar itu membentuk suatu ukiran tertentu.
Berbagai produk yang telah diciptakan di antaranya adalah bentuk binatang, orang, dan tumbuhan. Berbagai bentuk kendaraan, seperti mobil, becak, gerobak, kapal laut, kereta api dan sebagainya serta berbagai bentuk trofi juga dibuatnya. Selain itu, berbagai bentuk ornamen sangat indah yang berukuran besar juga diciptakannya.

Sulit Mencari Pekerja
Uniknya seni keterampilan ukir kaca ini membuat Andi dan Pujiatuti merasa kesulitan mencari tambahan tenaga terampil. Akibatnya, banyak pesanan terpaksa mereka tolak karena sudah terlalu banyak pesanan (order) yang masuk.
“Selama ini hanya saya yang melakukan ukiran kayu ini, dan belum ada yang membantu. Kami sudah mencari teman-teman lama yang dulu sama-sama bekerja di perusahaan kaca, ternyata mereka tidak ada kabarnya lagi,” tandasnya.
Karena itu, baik Andi maupun Pujiastuti mulai berpikir akan melakukan training khusus pada kerabat dan sanak saudaranya untuk menekuni seni ukir kaca ini. Jika tidak ada regenerasi, dikhawatirkan seni ukir kaca ini nanti lambat laun akan mati.
“Semakin banyaknya ahli seni ukir kaca di sini, juga akan semakin meningkatkan omzet karena kami tidak akan menolak pesanan lagi,” tambah Pujiastuti yang mengaku pendapatan bersihnya dari penjualan berbagai produk ukir kaca ini rata-rata Rp 10 juta/bulan. n

Pesona Kaca Patri

Unik, antik, dan indah. Ketiga hal itulah tampaknya yang membuat banyak orang terpikat pada kaca patri. Tahukah Anda, kaca patri sudah digemari sejak dahulu kala. Jendela atau pintu bangunan-bangunan kuno kerap tampil berhiaskan kaca patri ini.

Walau sudah dikenal sejak lama, elemen interior yang kerap disebut kaca timah ini masih tetap digemari. Tampaknya, kaca patri pun mengalami siklus tren. ''Dalam empat tahun terakhir, permintaan kaca patri terus meningkat,'' ujar Riyan Sanif, pengusaha yang bergerak di bidang kaca patri.

Menurut Riyan, ada dua jenis kaca patri yang ditawarkan kepada konsumen, yakni kaca patri berbahan kuningan dan timah. Tentu keduanya memiliki perbedaan dari sisi kualitas dan harga. ''Kaca patri kuningan terkesan lebih ekslusif dan indah. Namun, harganya dua kali lipat lebih mahal dibanding kaca patri timah,'' imbuh pemilik CV Risan di Tangerang, Banten.

Ia mengungkapkan, banyak orang memilih kaca patri karena terkesan unik, antik, dan indah. Menurutnya, kaca patri lebih banyak digunakan pada bagian depan rumah, seperti pada kaca, jendela, dan bisa juga pada pintu. Malah, tutur dia, saat ini kaca patri pun banyak digunakan sebagai penyekat ruangan atau partisi.

Kaca patri atau kaca warna ini lebih menarik karena dihiasi berbagai macam motif, sesuai selera. Menurut Riyan, motif yang umumnya disukai adalah motif batik. ''Mungkin kesannya abstrak,'' imbuhnya. Meski begitu, ada pula yang suka dengan motif fauna atau flora. ''Konsumen juga bisa memesan sesuai dengan keinginannya.''

Salah seorang yang memilih menggunakan kaca patri di rumahnya adalah Prof Hadi Susilo Arifin. Ahli landskap IPB ini memasang kaca patri pada bagian atas dinding di lantai dua kediamannya. Motif yang dipilih adalah gambar burung. ''Kalau pagi hari, tembok dinding menjadi lebih berwarna-warni,'' tuturnya.

Memang, agar keindahan dari kaca patri bisa dinikmati, maka sebaiknya panel kaca patri ini memperhitungkan faktor cahaya dalam penempatannya, baik cahaya buatan maupun cahaya lampu listrik. Kaca patri yang tak kena cahaya justru bisa tampak lebih suram. Karena itu, penempatannya sebagai bagian dari jendela yang menghadap luar tentu sangat dianjurkan.

Riyan menambahkan, soal harga juga sangat tergantung dari kerumitan motif atau desain yang diinginkan konsumen. Untuk kaca patri berbahan kuningan, ia menawarkan harga sekitar Rp 1,9 juta sampai Rp 2 juta per meter persegi. Sedangkan, untuk kaca patri timah dipatok antara Rp 800 ribu sampai Rp 900 ribu per meter persegi.

Memilih kaca patri tentu harus tahu juga cara merawatnya. Bila dibiarkan, kaca patri bisa tampak kotor dan buram. Bila tak dirawat, alih-alih memancarkan keindahan, yang tampak justru rumah tampak suram. Untuk merawat kaca patri diperlukan beberapa alat seperti: kain bal/katun, lem silikon, kape (pencungkil), benda tajam seperti pisau atau cutter serta sabun colek, dan air bersih.

Cara membersihkannya adalah sebagai berikut: campur air bersih dengan sabun colek hingga berbusa, kemudian celupkan kain bal. Bersihkan/laburi kaca patri yang ingin dibersihkan dengan air sabun, gosok hingga berbusa, bilas sampai bersih, dan keringkan dengan menggunakan kain kering.

Biasanya, kaca patri juga sering dihinggapi noda-noda hitam pada bagian pinggir sela-sela kaca. Untuk membersihkannya, gunakanlah kape atau benda tajam sejenis. Saat membersihkannya, tentu Anda perlu hati-hati dan sabar. Sebab, bila Anda terlalu menekan permukaan kape yang tajam dengan keras, hal ini bisa menggores lapisan atas kaca patri. Kalau sudah begitu, kaca patri bisa rusak. Sayang sekali, bukan?

Uniknya Mebel dan Dekorasi dari Kaca

Kerajinan dari bahan kayu, logam, dan tanah liat, mungkin sudah sering terdengar. Namun, kerajinan kaca barangkali agak jarang. Terutama jika ini dikaitkan dengan penyelenggaraan Pesta Kesenian Bali (PKB) yang Sabtu (16/7) kemarin sudah ditutup. Agaknya, kerajinan kaca baru pada PKB ke-27 kemarin tampil atau diperkenalkan dalam pameran industri kerajinan. Di salah satu sudut stan pameran yang ada di lantai bawah Gedung Ksirarnawa, sebuah perusahaan kerajinan kaca di Bali mencoba memperkenalkan karya-karyanya. Ada yang berupa meja, kembang, sampai dan pot.

KERAJINAN kaca yang dikombinasikan dengan kayu dan cat memang sudah cukup lama dikenal di Bali, antara lain berupa cermin berpigura kayu. Kerajinan seni lukis wayang di atas kaca juga telah ada, meskipun kini sudah langka. Namun kerajinan yang semuanya terbuat dari bahan kaca seperti yang dilakukan oleh pengusaha kerajinan kaca dari Serongga, Gianyar, memang masih relatif baru berkembang di Bali. Pada PKB ke-27 kemarin, hasil kerajinan seperti ini diperkenalkan.

Sebuah perusahaan kerajinan kaca tersebut tak hanya membuat karya berupa gelas-gelas kaca saja, tetapi juga meja dan kursi kaca, mangkok, vas bunga dan pot kaca. Sebagai seni kerajinan yang baru berkembang di Bali, wujud-wujud desain kerajinan kaca ini sudah cukup baik. Pengembangan desain produknya masih bisa dilakukan dengan berbagai kemungkinan kombinasi material, seperti kaca dengan logam, kaca dengan kayu atau rotan, serta dikembangkan ke produk fungsional seperti lampu hias.

Teknologi Industri

Kaca sebagai bahan bangunan maupun untuk mebel dan fungsi dekoratif telah berkembang seiring dengan penemuan-penemuan bahan baru dalam teknologi industri dan ilmu pengetahuan. Kaca sebagai material penunjang bentuk bangunan, mebel dan untuk fungsi hias, terbuat dari bahan pasir kuarsa, kapur dan soda. Bahan-bahan ini lalu dipanaskan atau dilebur sampai pada titik lebur yang tinggi, sehingga jadilah ia sebagai material baru yang disebut kaca.

Kaca ini merupakan material tembus cahaya dan jernih, yang terjadi akibat peleburan pasir kuarsa, kapur, dan soda pada titik lebur yang tinggi. Proses pembuatan kaca yang paling sederhana dan murah adalah dengan sistem yang ditarik. Berdasarkan teknologi dalam ilmu bahan bangunan, proses pembuatan kaca dengan sistem yang ditarik dilakukan pada saat material kaca masih dalam keadaan cair, kemudian ditekan ke luar di atas sekoci dan langsung ditarik oleh rol-rol yang berderet-deret, serta berhadap-hadapan ke arah atas. Rol-rol ini dapat disetel, sehingga ketebal kaca dapat diatur. Proses pembuatan kaca ini adalah proses yang paling murah.

Proses pembuatan kaca yang lain adalah dengan sistem tuang. Sistem tuang ini dilakukan ketika material kaca yang telah cair langsung dituangkan ke dalam talam yang besar dan licin, terbuat dari besi tuang. Tinggi pinggiran talam akan menentukan tebal kaca. Pembuatan kaca ini paling cocok untuk membuat kaca bermotif.

Ada juga proses pembuatan kaca yang diproses dengan cara diapung. Dalam proses ini, cairan kaca mengapung di atas cairan timah selama proses. Tebal kaca ditentukan oleh banyaknya cairan kaca. Hasilnya, berupa kaca bermutu tinggi, dan bisa digunakan untuk kaca cermin dan kaca etalase. Proses pembuatan kaca seperti ini yang paling umum dilakukan karena ukuran lembaran kaca dapat mencapai 3,0 x 7,0 m dan tebalnya 3-21 mm.

Macam dan Motif

Warna dan motif kaca dalam industri ada beberapa macam. Ada kaca yang disebut dengan kaca buram. Kaca buram ini, pelat kacanya dicat dengan bubur tepung, lalu dikerjakan dengan pesawat penyembur pasir atau dengan cara digosok. Kaca ini digunakan untuk jendela dan pintu di toilet atau kamar mandi.

Jenis kaca berwarna, dibuat dengan cara tuangan dengan mencampur zat-zat tertentu (pigmen) yang mengakibatkan kaca berwarna. Sedangkan kaca bunga es, dibuat di atas kaca berwarna atau tak berwarna berupa gambar-gambar serupa dengan bunga es. Cara pembuatannya, kaca dilapisi dengan bubur perekat yang mempunyai daya rekat yang tinggi. Setelah kering dipecahkan kresik pada permukaannya.

Sedangkan kaca bermotif atau kaca mosaik, dibuat gambar perincian menurut rencana umum yang memuat pembagian dan warna, perpotongan dengan ukuran sebenarnya. Dari potongan kaca didapat dadu-dadu dengan ukuran rusuk 1-2 mm. Di atas kaca mosaik direkatkan kertas atau kain lena. Setelah kering, lalu diangkat. Pemasangan mosaik dipakai adukan semen. Setelah selesai atau keras, kain lena kemudian dilepaskan.

Ada juga yang disebut kaca sepuhan, yakni kaca yang permukaannya diperkeras, sehingga jika pecah hancur, akan berbentuk kristal-kristal dan tidak tajam. Lalu ada kaca bertulang yang cara pembuatannya adalah pada waktu menuang kaca cair, kawat logam dimasukkan ke dalam massa kaca cair, sehingga menjadi kaca yang diperkuat.

Jenis kaca lapis terdiri dari dua lapisan atau lebih. Kaca jenis ini dibuat dengan cara mengapung. Di antara masing-masing lembar kaca terisi lapisan seloid atau getah (resin) epoksi. Kaca yang berlapis dua digunakan untuk mobil. Sedangkan kaca yang berlapis majemuk digunakan untuk loket bank antipeluru. Untuk jenis kaca tiruan, sebenarnya tak dapat digolongkan sebagai jenis kaca karena terbuat dari plastik. Namun kaca tiruan bisa digunakan sebagai kaca pengaman, kaca jendela kapal dan kini juga digunakan sebagai kacamata.

Kaca Dekorasi

Seni menghias kaca telah ditemukan pada karya-karya seniman Cina sejak beberapa abad lalu. Konon di Cina, para wanita panggilan ditawarkan kepada para bangsawan dengan lukisan wajahnya di kaca. Menurut Devi Harriman, seorang pelukis kaca di Indonesia, tradisi menghias kaca memang pertama kali diawali di Cina, tetapi kemudian banyak ditemukan pada bentuk-bentuk kesenian bangsa Yugoslavia. Pada awalnya, lukisan-lukisan kaca masih sederhana, tanpa dimensi. Pada perkembangan selanjutnya, ukiran kaca yang lebih menekankan stilasi, banyak dipajang di restoran maupun cafe di Eropa, sebagai dekorasi penyekat ruangan.

Kini, bentuk kesenian menghias kaca ini telah berkembang. Teknik atau kaca-kaca baru pun dikembangkan. Tak hanya melukis dengan kuas dan cat, juga mengukir di atas lempengan kaca yang rapuh.

Menurut Milton Glaser, seorang desainer grafis di Amerika, menghias kaca senantiasa terkait dengan peristiwa kebangkitan kembali seni dekorasi dalam arsitektur dan desain interior. Hal ini merupakan bagian dari siklus klasik dan romantisme, yang selalu berulang dalam perkembangan seni dekorasi. Bentukan dari seni kaca ini adalah stained glass, kaca yang dibentuk dengan kawat timah. Baru kemudian diikuti dengan etching -- menghias kaca dengan air keras. Sedangkan mengukir kaca ialah bentukan paling akhir dari seni menghias kaca.

Di kalangan para pengamat seni, mengukir kaca dianggap sebagai akibat dari kepekaan yang makin meningkat dalam art deco. Art deco, dalam perkembangannya, senantiasa berada dalam suatu tegangan antara hiasan pada permukaan yang rata di satu pihak, dengan permukaan yang tak rata di lain pihak. Seni mengukir kaca termasuk di sini. Namun kaca, bagaimana pun juga tetap merupakan bahan yang bisa pecah. Jika kurang hati-hati merawat atau membuat karya seni di atas kaca, dia akan bisa pecah atau hancur karena tekanan, dorongan dan karena jatuh.

Maestro Bisnis Kaca Patri

Sejak Brian Yaputra terpatri di berbagai bangunan di seluruh dunia, mulai dari Istana Bukit Kahyangan, kediaman Sultan Brunei Darussalam sampai Masjid Cafe Town, Afrika. Inilah jejak perjalanan bisnisnya.

Anda pernah melancong ke Disneyland Hong Kong? Masih ingat detail arsitektur fantasyland di sana? Kaca warna-warni dengan berbagai dekoratif cantik membuat atmosfer wahana rekreasi itu tampak makin indah. Mau tahu siapa pembuat kaca-kaca patri yang memesona mata itu? Perkenalkan: Brian Yaputra, kelahiran Semarang, 58 tahun lalu.

Di dunia properti, terutama para arsitek dan kontraktor, Brian bukanlah sosok asing. Bahkan, ia ditahbiskan sebagai maestro kaca patri. Bukan semata karena ia yang merintis dan memopulerkan bisnis kaca patri di Indonesia. Produk-produk kaca patrinya menghiasi berbagai bangunan, mulai dari gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah tinggal, sampai tempat ibadah, seperti masjid dan gereja. Sekadar menyebut contoh: Pasaraya, Bank Tabungan Negara, Rumah Sakit Dharmais, Gedung BPPT, Kedubes Rusia, Museum Purna Bhakti Pertiwi (TMII), Johar Shopping Centre Semarang, Bali Hilton Octopusy Discotheque, Masjid Bank Indonesia, dan Gereja Kristen Indonesia Jatinegara.

Brian juga menangani proyek kaca partisi untuk Apartemen Da Vinci, Belleza, Palazzo, Plaza Crystal, Kimia Farma, Indosat, Medco, Batavia Tower, Bank Indonesia, Taman Sahid Bogor, BNI 1946, Gedung Aryo (Indofood), Pasar Glodok, Hotel Patra Jasa, Novotel, Hilton Executive Club, Hotel Classic, Hotel Ibis Slipi, Omni Batavia, Holiday Inn Crowne Plaza, Cilantro BNI City, serta seluruh gerai baik Holland Bakery maupun McDonald's. Produk kaca patri Brian banyak pula memperindah bangunan-bangunan di berbagai belahan dunia. Semisal: Masjid Zirjah (Dubai) dan Hotel The Shanghai Equatorial (Cina).

Deretan kliennya akan makin panjang kalau ditambahkan rumah-rumah pejabat dan orang terkenal yang minta dibuatkan desain khusus kaca patri untuk mempermegah kediaman mereka. Malaysia dan Singapura bahkan sudah lama menjadi pelanggan regulernya.

Bisnis kaca patri memang identik dengan Brian. Kaca patri ini umumnya digunakan sebagai partisi, kaca jendela, pintu, juga ornamen lainnya. Pada zaman Belanda, penggunaan kaca patri sangat digemari. Ini terlihat dari bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda, semisal di Museum Fatahillah, Gedung Arsip, Stasiun Kota, Gereja Kathedral. Sepeninggal Belanda, pamor kaca patri pun mulai meredup. Brian inilah yang mengangkat kembali kaca patri di tahun 1981 lewat Eztu Glass Art (EGA)

Meskipun usianya sudah tua, yakni mulai dipopulerkan sebagai ornamen arsitektur pada pertengahan abad ke-12 di zaman Gotik, Brian menuturkan bahwa seni kaca patri tetap tak bisa dipisahkan dari arsitektur bangunan modern dewasa ini. “Sesuatu yang indah akan selalu abadi,” ucapnya bersemangat.

Brian dan kaca patri tak bisa dipisahkan. Kaca patri bagi penikmat seni ini bukan saja ladang bisnis, melainkan juga wahana untuk mengekspresikan totalitas jiwa seninya. Lihat saja kediamannya di bilangan Tomang, Jakarta Barat. Di balik pintu gerbang kayu di Jl. Kamboja Ujung Blok I/2, rumah berlantai dua berdesain modern dengan jendela-jendela kaca tinggi khas rumah tropis, mengungkap jati diri si pemilik. Melangkah lebih ke dalam semakin memperlihatkan si empunya rumah adalah pecinta keindahan.

Decak kagum akan makin menyeruak begitu memasuki bangunan lain yang dipisahkan oleh hamparan rumput lapangan golf mini. Gemercik air di kolam ikan dengan tepian batu alam menambah asri suasana. Pohon kamboja di samping teras rumah bagian dalam menonjolkan nuansa Bali dalam gaya rumah modern. Jendela-jendela kaca tinggi dengan garis-garis dan kotak-kotak kecil kaca warna di tepian kaca jendela tampak seperti menyatukan dua rumah terpisah di atas lahan sekitar 1.500 meter persegi itu. Gazebo di pojokan dengan atap kubah kaca mozaik warna-warni serta serangga eksotis yang dirangkai dengan teknik patri menambah indah hunian itu. “Tiap awal musim semi di Eropa adalah masanya permintaan kupu-kupu dan capung kaca buatan kami,” tutur Brian menyambut hangat kedatangan Abraham Susanto dari SWA.

Kecintaan Brian terhadap seni kaca patri melambungkan pemilik EGA ini di panggung bisnis. Di ranah bisnis ini, pamor EGA sangat mencorong. Selain produknya banyak diminati pasar, kualitas dan desainnya juga mampu bersaing dengan produk sejenis dari luar negeri. Tak heran, karya EGA merambah ke berbagai negara. Hampir di semua negara, produk EGA bisa dijumpai, baik yang dipakai di bangunan masjid, gereja, hotel, maupun bangunan lainnya.

“Kemampuan Eztu Glass sejajar dengan yang ada di Eropa,” tutur Gabriela Tomac, arsitek berkebangsaan Bosnia. Ia mengaku baru percaya kehebatan EGA setelah ia menyaksikan langsung kediaman Brian dan melihat pabriknya di Cikupa, Tangerang. Menurutnya, di Bosnia belum ada industri kaca patri seperti kepunyaan Brian. “Mungkin nanti ada sesuatu yang bisa kami pelajari,” ungkap Gabriela yang suaminya bekerja di Kedubes Bosnia Herzegovina di Indonesia.

Gabriela mengaku mengenal EGA dan Brian dari komunitas kedutaan tempat suaminya bekerja. Ia juga browsing di Internet dan berkirim e-mail dengan Brian. Ketika bertandang ke Jakarta, ia merasa harus ketemu dengan Brian. “Beautiful. Your home very beautiful,” komentar Gabriela ketika diajak berkeliling rumah Brian. Ia terpana melihat desain patri yang terpampang di rumah Brian. Mulai kubah panjang tembus cahaya dengan motif lengkung-lengkung bunga di atap ruang makan; hingga motif burung merak di atas tangga menuju lantai dua. Sinar matahari yang menembus warna-warni kaca membuat motif binatang dan bunga serasa hidup.

Kualitas dan standar tinggi bagi Brian adalah harga mati. Inilah barangkali yang membuat produk EGA banyak diminati pasar. Terlebih, bahan baku kaca yang dipilih EGA juga tidak sembarangan. Semuanya bahan impor dari Amerika Serikat, Jerman, Belgia, dan beberapa negara di Asia. 100% produk EGA adalah made by order meski soal desain bisa saja datang dari pemesan. “Panel kaca patri mahal karena material kacanya dan workmanship. Ini sangat padat karya walau kadang kami juga harus menyesuaikan dengan bujet pembeli,” tutur penggemar golf ini.

Menurut Brian, penempatan kaca patri harus cermat. Tidak bisa ditempatkan sembarangan. Perlu menyesuaikan dengan gaya desain rumah dan lanskap sekelilingnya. “Kami mesti melihat keindahan penempatannya, itu prinsip kami,” imbuhnya. Keistimewaan EGA boleh jadi karena Brian tak semata menjual kaca patri, tapi juga menawarkan sebuah produk dengan keserasian dalam desain, warna dan lokasi. “Kami ahli karena kami tahu keserasian dalam desain, warna, dan lokasi penempatan,” ujarnya setengah berpromosi.

Diakui Brian, banyak orang yang menjulukinya perfeksionis. “Saya itu tipe orang kalau lihat tidak bagus tidak legowo,” ia menegaskan seraya menceritakan bahwa sewaktu mengerjakan proyek Disneyland Hong Kong selama 6 bulan pengerjaan, empat kali pemesan dari Hong Kong datang langsung ke pabrik. Bahkan Brian sendiri sampai perlu tiga hari memotret panel-panel kaca patri di Disneyland Tokyo. “Mereka anggap ini investasi buat Hong Kong, Saya tidak mau sembarangan,” ucap Presdir PT Estu Adimore ini.

Reputasi. Itulah yang dijaga betul oleh Brian. Menurutnya, EGA tidak cuma sebagai penerima order yang pasif tapi juga harus memberikan masukan soal bahan dan desain. Reputasi inilah yang juga mengantarkannya memperoleh kepercayaan dari Disneyland Hong Kong. Sebelumnya, ia sudah mengerjakan proyek pengadaan kaca patri untuk 7 gereja di Hong Kong.

Brian mengakui, ia sejatinya tak mempunyai strategi khusus dalam memasarkan produknya. “Yang penting, jangan pernah menipu pelanggan,” tandasnya. Menurutnya, untuk menghemat biaya, pengusaha kerap melakukan efisiensi pada bahan baku. “Jangan ingin menghemat cost lalu menggunakan rangka yang tipis dan kaca yang murah. Itu yang sering terjadi. Pemesan tidak senang hati dan kecewa lalu membatalkan pesanannya, kami mau bilang apa,” sergah anggota Rotary Club Jakarta, yang pernah menjabat Presiden Club 1988-1989 itu.

Karena itu bagi Brian tak ada kompromi untuk kualitas. Untuk menjaga mutu produk, ia juga selalu menekankan kepada desainernya untuk tidak menjiplak karya orang lain. “Desainer kami harus selalu kreatif dan inovatif,” tambah Brian yang dikenal sebagai pribadi yang menyenangkan dan enak diajak mengobrol.

Brian terbilang pula pengusaha yang luas pergaulannya. Ia menjalin hubungan dengan para konsulat asing di Indonesia. Di sela wawancara dengan SWA, ia beberapa kali harus menerima telepon, salah satunya tentang janji main golf dengan Kedubes Cina.

Pergulatan Brian dengan seni kaca patri dimulai sepulang ia melancong dari Turki. “Saya kesengsem melihat keindahan seni kaca. Saya hobi foto, sampai habis beberapa puluh rol,” kenangnya. Begitu antusiasnya sehingga sesampainya Tanah Air ia sempat menjadi kolektor panel kaca buatan 1913-1923 yang ia beli dari rumah-rumah tua, di antaranya dari Kudus dan Malang. Di awal tahun 1981 Brian diajak pergi ke AS oleh seorang kawannya dan diajak pula menyambangi studio. Di sana ia melihat ada 6-8 orang bekerja membuat kaca patri. “Saya lihat kok kelihatannya gampang,” kata Brian. Lantas tanpa ragu ia pun membeli beberapa material kaca, rangka dan timah dari sana. “Dasar tidak mengerti apa-apa, seperti kita beli kain untuk bikin pakaian, sudah beli nggak ada kancingnya, wah amburadul,” paparnya sambil tertawa.

Karena sudah telanjur jatuh cinta, Brian terus mempelajari seni kaca patri ini dari majalah dan buku. Ketika datang brosur dari Karolina Utara, AS, mengenai pelatihan membuat kaca patri dari tempatnya dulu ia membeli material kaca, tanpa ragu ia mengutus Freddy Sudjadi untuk mempelajari bisnis ini. Selama tiga bulan Freddy yang kini Direktur EGA belajar seni patri dan bisnisnya. “Saya tidak mengira ini jadi bisnis,” kata Brian yang awalnya menggeluti bisnis keluarga sebagai produsen alat listrik dan rumah tangga, seperti kipas angin, setrika, dan penanak nasi (rice cooker) merek Orbit.

Dengan bekal pengetahuan itulah ia pun membangun EGA. Brian mengakui, kreasi pertama produknya jauh dari sempurna. Toh, itu tak membuatnya patah arang. Baginya, setiap orang pasti akan menemui kendala atau bahkan kegagalan. Prinsipnya sendiri, “Kalau kita mau lari pasti harus jatuh dulu,” katanya. Teman-teman dan kenalannya adalah pelanggan pertama kaca patri produksi bengkel kerja di garasi rumahnya di bilangan Palmerah. Pada awalnya kerap kali Brian juga turun langsung mematri sendiri produk kaca patri dibantu dua orang, yang waktu itu belum bisa disebut sebagai karyawan, termasuk Freddy. Bahkan pernah sampai tangannya terbakar terkena besi panas solder patri. “Saya senang utak-atik, ini semua berangkat dari hobi,” ucapnya dengan logat Jawa yang masih terasa walau sudah menetap puluhan tahun di Jakarta.

Meski sudah ada ahli yang belajar dari AS, masih saja Brian merasa ketakutan kalau ada order. “Saya tidak bisa sembarangan, orang bilang saya perfeksionis, jadi maunya bagus,” ujar Brian seraya menjelaskan bahwa menjalani bisnis ini tak ubahnya mengelola hobi. Terkadang ia sendiri yang corat-coret desain awal. Dalam melahirkan setiap karya ia mengaku inspirasi tidak selalu datang begitu saja. Kadang ia bisa menunggu sampai berbulan-bulan, tapi begitu sudah datang akan mengalir deras. “Ini karunia Tuhan, saya dikasih jiwa, bukan jiwa seni, tapi yang menyenangi seni,” ucap Brian yang kini mempekerjakan 350 karyawan di pabriknya di Cikupa.

Boom properti di tahun 1980-an, menurut Brian, merupakan salah satu faktor yang melambungkan bisnis kaca patri. EGA pun lantas memperkenalkan sistem triplon glass atau unit triple glazed, yang merupakan pelapisan panel kaca patri atau panel bevel dengan kaca tempered. Triplon glass ini selain bermanfaat menghemat energi, juga bisa berfungsi sebagai peredam suara bising. Perawatannya pun amat mudah, seperti merawat kaca polos biasa. Teknologi kaca patri terus berkembang, EGA juga memperkenalkan seni pelumeran kaca dari Italia yang lebih dikenal dengan melton glass (pelumeran kaca float) dan moons glass (pelumeran art glass warna-warni).

Puncaknya tahun 1988 ketika Brian memperoleh order dari Jepang. Ketika itu ada mahasiswa program beasiswa Indonesia ke Jepang yang diminta mencari kerajinan tangan di sini untuk diperkenalkan ke Jepang. Kaca patri Brian inilah yang direkomendasi sehingga kemudian ia pun mempunyai relasi Jepang, bernama Nishigaki. “Waktu itu saya satu-satunya di Jakarta yang membuat kaca patri, mereka tertarik banget,” kenangnya.

Untuk pasar Jepang, produksi EGA kebanyakan untuk kaca furnitur, seperti lemari dan tempat sepatu. Sekali pengiriman 20 peti senilai sekitar US$ 20 ribu. Ketika itu sudah pula populer di kalangan konsultan arsitek bukan cuma di dalam negeri, tapi juga di Singapura, sehingga ia sering menerima pesanan untuk pembangunan rumah penggede di sana. Salah satunya adalah kediaman Sultan Brunei Darussalam, Istana Bukit Khayangan.

Tahun 1990-an EGA mendapat pesanan untuk pembangunan gereja di Hong Kong. Secara kebetulan dalam perjalanan pesawat ke Eropa dari Singapura, Brian duduk bersebelahan dengan Ketua Asosiasi Arsitektur Hong Kong, Tao Ho. Sewaktu pulang ia mendapat telepon dan diminta membuat kaca patri untuk gereja di Hong Kong. “Karena ini untuk gereja, Tao Ho meminta jangan terlalu komersial, saya bilang nggak masalah,” Brian menceritakan.

Brian rupanya mengerti betul bagaimana membangun relasi. Tak heran, datang berulang pesanan dari Hong Kong termasuk dari Disneyland di tahun 2004. “Wah itu luar biasa. Saya kejatuhan rezeki gede karena begitu banyak orang yang minta proyek itu, kok malah saya yang diundang,” tutur Brian. Ya, Brian pastilah sumringah bukan kepalang. Nilai kontrak kaca patri di Disneyland Hong Kong itu mencapai US$ 200 ribu.

Apa strateginya? Brian mengaku tidak punya resep khusus. “Saya tidak tahu, berjalan begitu saja,” katanya. Menurutnya, keberhasilannya berangkali sudah menjadi suratan Tuhan. “Prinsip saya, kerjakan apa yang mesti saya kerjakan, begitu saja,” sambungnya kalem. Brian sendiri mempunyai filosofi pohon pisang, yang selalu melakukan regenerasi. Tak heran, anaknya pun meneruskan bisnisnya.

Selain ke Jepang, tiap bulan ia juga ekspor ke Belanda dan Belgia. Selain panel kaca patri untuk jendela juga untuk bilah pintu lengkap dengan daun pintu. Meski pasarnya menjangkau mancanegara, ia tidak perlu sampai membuka kantor pemasaran di sana. Sejauh ini, pemesan yang kebanyakan pengembang yang datang ke ruang pamer EGA di Jl. Biak dan Jl. S. Parman, Jakarta.

Salah satu keberhasilan EGA tampaknya dari kelihaian Brian menjalin relasi. Ia tak segan menerima siapa saja berkunjung ke bengkel atau pabriknya. “Saya ingin mengajak semakin banyak orang yang mencintai seni ini,” Brian bertutur. Tak heran, pabrik miliknya seluas 2 ribu m2 di Cikupa itu terbuka untuk tempat magang mahasiswa, terutama studi seni rupa dan desain. Karena termasuk perintis industri kaca patri, banyak pula karyawannya yang sudah ahli membuka usaha sendiri atau direkrut orang lain. “Biarlah, wong rezeki dari Gusti Allah,” imbuhnya.

Lebih jauh Brian menjelaskan, untuk segmen kelas atas biasanya mereka tidak mau ambil risiko, cari yang berpengalaman. “Biarlah masing-masing berkembang akhirnya juga semakin terorganisasi dan punya kelasnya masing-masing. Seperti sekarang ini kaca patri juga dikerjakan di bengkel pinggir jalan,” ia menerangkan.

Awalnya EGA tidak mengkhususkan diri membidik segmen atas. “Terbawa begitu saja. Mungkin karena saya punya keinginan hanya mau mengerjakan sesuatu yang terbaik,” ujar Brian. Herannya, ia pun tidak sembarangan menerima pesanan. “Saya tidak mau disuruh bikin kalau penempatannya tidak layak,” sambung Brian yang mengoleksi pula hiasan etnik, mulai dari gong, patung, uang logam tua, keramik tua, sampai keris. (swa)

Seni kaca patri: Mematri mozaik keindahan abadi

Tak salah rasanya bila orang bijak mengatakan a thing of beauty is a joy forever. Ya, sesuatu yang indah memang akan menjadi kesenangan yang abadi. Sebenarnya, seni kaca patri di Indonesia muncul sejak masa kolonialisme Belanda. Kala itu, seni kaca patri menjadi ornamen penting yang tak terpisahkan dari arsitektur sebuah bangunan. Mulai dari bangunan rumah ibadah, rumah tinggal, museum, hingga perkantoran, stasiun kereta api, istana raja-raja, sebagian besar melekatkan kaca patri sebagai ornamennya.

Di kota-kota seperti Bandung, Surabaya atau Semarang misalnya, seni kaca patri bisa dinikmati di banyak bangunan kuno. Seni kaca patri yang cukup menarik juga bisa dilihat pada lukisan Yesus dan Bunda Maria di backdrop mimbar Gereja St. Paulus di Bandung yang dibangun arsitek ternama C.P. Schoemaker pada 1919. Selain itu di Jakarta, Gereja Katedral juga memiliki ornamen kaca patri yang sangat mengesankan dan masih bisa dinikmati hingga kini.

Namun, setelah zaman kolonialisme Belanda berakhir di era 1930-an, seni kaca patri pun ikut punah dengan sendirinya, karena seniman kaca patri saat itu hampir semuanya adalah orang Belanda yang kembali ke negrinya. Seni kaca patri hilang dan dilupakan orang.

"Di Indonesia Seni kaca patri mati selama setengah abad. yakni sekitar awal 1980-an, seni kaca patri mulai digandrungi lagi di Indonesia, Singapura dan Malaysia, setelah pada 1981 saya mempopulerkan kembali seni kaca patri yang telah lama hilang dan terlupakan, saya sangat mencintai dan mendalami seni kaca patri karena itu hobi saya. Hidup saya sudah terpatri pada kaca patri," ujar Brian Yaputra, maestro seni kaca patri yang juga pemilik Eztu Glass.

Digemari desainer
Tatkala dia memperkenalkan kembali seni kaca patri di awal 1980-an, seketika itu kaca patri mulai digemari banyak desainer di Asia Tenggara, terutama dalam memperkuat dan mengangkat kesan indah pada interior dan eksterior.

Eztu Glass pun tidak lama kemudian memperkenalkan sistem triplon glass atau triple glazed unit, yang merupakan pelapisan panel kaca patri atau panel bevel dengan kaca tempered. Triplon glass ini selain bermanfaat menghemat energi, juga bisa berfungsi sebagai peredam suara bising. Perawatannya pun amat mudah, seperti merawat kaca polos biasa saja.

Teknologi kaca patri terus berkembang. Seiring dengan itu, Eztu Glass juga masuk pada seni pelumeran kaca dari Itali yang lebih dikenal dengan melton glass [pelumeran kaca float] dan moons glass [pelumeran art glass warna-warni].

"Semuanya dilumerkan pada suhu 850 derajat celcius, tekstur dan warna-warni yang dihasilkan sangat luar biasa ayunya," kata Brian.

Memang, dibandingkan kaca patri buatan zaman baheula, seni kaca patri sekarang ini bisa dibuat lebih berseni. Dahulu belum ada rangka seng, tembaga untuk rangka kaca patri. Hal itu menyebabkan panel kaca patri yang dibuat dari timah rada tidak kokoh dan lendut. Sedangkan sekarang, dimana rangka tembaga dan seng bisa diperoleh di pasaran [yang terbaik adalah produk Kanada, AS, dan Korea], desain seni kaca patri semakin bisa mengikuti kemauan hati serta menghasilkan kualitas panel yang amat kokoh.

Penempatan kaca patri
Mengenai penempatan ornamen kaca patri pada sebuah bangunan, Brian mengatakan sekarang ini selain menghiasi bagian-bagian terpenting pada arsitektur tempat peribadatan, perkantoran maupun bangunan komersial, seni kaca patri juga sudah diusung masuk ke rumah tinggal bahkan istana para raja.

Rumah-rumah modern sekarang ini banyak mengadobsi seni kaca patri yang memang dapat lebih mempercantik interior maupun eksteriornya. Kaca patri bisa muncul di pintu utama rumah, jendela, ruang tamu, kamar mandi, bisa berfungsi sebagai partisi atau di langit-langit rumah tinggal atau dikenal sebagai stained glass dome.

"Sedangkan untuk istana, ornamen kaca patri yang digunakan lebih banyak dan lebih variatif, dengan desain yang harus orisinil, warna yang terseleksi ketat " ujar Brian yang juga menggarap seni kaca patri pada Istana Bukit Kayangan milik sultan Brunei Darussalam, State Secretarial Building (Kuching, Sarawak) dan banyak istana milik para Sultan di Malaysia.

Pemilik bangunan lazimnya menempatkan kaca patri menghadap ke arah timur atau barat untuk menghias eksterior, dimana matahari terbit dan terbenam. Sinar matahari yang masuk menembus kaca patri lebih mengentalkan keindahan seni ini. Sinar yang menembus 'menari-nari' didalam kaca, menjadi the dancing light, yang biasnya yang jatuh ke lantai, terpantul indah dan menawan sekali, menjadikan suasana amat damai, khusuk namum menggairahkan.

Bila kaca patri ingin diletakan di dalam ruangan, sebagai partisi misalnya, biasanya kaca patri dipantulkan pada cahaya lampu di baliknya. Kini Eztu Glass menyajikan kaca opalascent yang unik sehingga warna yang pekat dapat lebih menonjol dan terfokuskan, tekstur dan warna kaca tersebut bisa terlihat jelas. Meskipun pada malam hari, warna warni opalascent glass itu akan menonjol keluar. Hal ini pula yang dilakukan Brian pada penggarapan kaca patrinya.

Ratusan karya patri
Bicara mengenai track record Brian dalam dunia seni kaca patri, wajar bila pria ini dijuluki maestro seni kaca patri. Bagaimana tidak. Ratusan karya seni kaca patrinya tersebar di banyak bangunan diseluruh dunia dari Rusia, Eropa, Timur Tengah, Cina, Hongkong, Jepang, Philipina, AS, sampai Australia. Negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia merupakan langganan regulernya.

Tak salah bila kaca patri karya Eztu Glass berkali-kali diterbitkan di majalah Stained Glass Association of America dan majalah internasioal lain-lainnya bersama-sama dnegan karya para maestro kaca patri dunia lainya.

Sebagian karya-karya monumental Eztu Glass bisa dijumpai a.l. pada Mesjid Zirjah di Dubai, Islamic Centre, Tg.Priok. Mesjid Bank Indonesia; Gereja GKI Jatinegara, Gereja Korea, Vihara Candi Mendut (Yogyakarta), Kedutaan Rusia (Jakarta), gedung BPPT (Jakarta), The Shanghai Equatorial Hotel (Cina), Bali Hilton Octopusy Discoteque (Nusa Dua, Bali), RS Dharmais (Jakarta), Museum Purna Bhakti Pertiwi (TMII, Jakarta), Semarang Johar Shopping Center (Semarang), Bank BTN (Jakarta), Bumi Serpong Damai Golf & Country Club) dan masih banyak lagi lainnya. Itu belum termasuk rumah-rumah pejabat dan orang terkenal yang minta dibuatkan desain khusus.

Bagi Brian, seni kaca patri merupakan kerajinan tangan yang mesti dikerjakan dengan ketelitian, kehati-hatian dan penuh dedikasi serta kesabaran. "Itu saja tidak cukup. Harus bisa mengaplikasikan ide desain secara pas dan memilih warna yang sesuai dengan keadaan sekelilingnya serta kesukaan pemesannya," katanya.

Selain itu, dalam 'jurus dagang' Brian, pria ini selalu menekankan pentingnya tidak menipu pelanggan. "Jangan ingin menghemat cost lalu menggunakan rangka yang tipis dan kaca yang murah, itu yang sering terjadi. Setelah kecewa, pemesan tidak senang hati, lalu membatalkan pesananya, kita mau bilang apa," tambah Brian.

Satu hal yang ditanamkan kepada desainernya adalah untuk tidak menjiplak karya orang. "Desainer saya selalu saya tekankan harus kreatif dan inovatif. Karya yang dihasilkan juga harus berbeda."

Dalam menekuni usahanya sekaligus lebur dalam dunia seni kaca patri, Brian selalu menganut falsafah pisang, yang selalu melakukan regenerasi. Makanya tidak aneh bila anaknya pun meneruskan usaha kaca patri ini.

"Selain itu, saya juga selalu merasa tertantang dan senang bila harus mendesain kaca patri yang berfilosofi. Umpamanya desain bangau untuk ruangan orang tua, desain rajawali untuk yang harus siaga setiap saat atau desain bunga krisan untuk perlambang kerukunan. Meskipun untuk mendapatkan ilham desain itu akan makan banyak waktu dan tenaga, tetapi bila inspirasi tersalurkan dan hati puas, maka tidak ada yang lebih menyenangkan dari padanya," tutur Brian.


Tak salah rasanya bila orang bijak mengatakan a thing of beauty is a joy forever. Ya, sesuatu yang indah memang akan menjadi kesenangan yang abadi. Sebenarnya, seni kaca patri di Indonesia muncul sejak masa kolonialisme Belanda. Kala itu, seni kaca patri menjadi ornamen penting yang tak terpisahkan dari arsitektur sebuah bangunan. Mulai dari bangunan rumah ibadah, rumah tinggal, museum, hingga perkantoran, stasiun kereta api, istana raja-raja, sebagian besar melekatkan kaca patri sebagai ornamennya.

Di kota-kota seperti Bandung, Surabaya atau Semarang misalnya, seni kaca patri bisa dinikmati di banyak bangunan kuno. Seni kaca patri yang cukup menarik juga bisa dilihat pada lukisan Yesus dan Bunda Maria di backdrop mimbar Gereja St. Paulus di Bandung yang dibangun arsitek ternama C.P. Schoemaker pada 1919. Selain itu di Jakarta, Gereja Katedral juga memiliki ornamen kaca patri yang sangat mengesankan dan masih bisa dinikmati hingga kini.

Namun, setelah zaman kolonialisme Belanda berakhir di era 1930-an, seni kaca patri pun ikut punah dengan sendirinya, karena seniman kaca patri saat itu hampir semuanya adalah orang Belanda yang kembali ke negrinya. Seni kaca patri hilang dan dilupakan orang.

"Di Indonesia Seni kaca patri mati selama setengah abad. yakni sekitar awal 1980-an, seni kaca patri mulai digandrungi lagi di Indonesia, Singapura dan Malaysia, setelah pada 1981 saya mempopulerkan kembali seni kaca patri yang telah lama hilang dan terlupakan, saya sangat mencintai dan mendalami seni kaca patri karena itu hobi saya. Hidup saya sudah terpatri pada kaca patri," ujar Brian Yaputra, maestro seni kaca patri yang juga pemilik Eztu Glass.

Digemari desainer
Tatkala dia memperkenalkan kembali seni kaca patri di awal 1980-an, seketika itu kaca patri mulai digemari banyak desainer di Asia Tenggara, terutama dalam memperkuat dan mengangkat kesan indah pada interior dan eksterior.

Eztu Glass pun tidak lama kemudian memperkenalkan sistem triplon glass atau triple glazed unit, yang merupakan pelapisan panel kaca patri atau panel bevel dengan kaca tempered. Triplon glass ini selain bermanfaat menghemat energi, juga bisa berfungsi sebagai peredam suara bising. Perawatannya pun amat mudah, seperti merawat kaca polos biasa saja.

Teknologi kaca patri terus berkembang. Seiring dengan itu, Eztu Glass juga masuk pada seni pelumeran kaca dari Itali yang lebih dikenal dengan melton glass [pelumeran kaca float] dan moons glass [pelumeran art glass warna-warni].

"Semuanya dilumerkan pada suhu 850 derajat celcius, tekstur dan warna-warni yang dihasilkan sangat luar biasa ayunya," kata Brian.

Memang, dibandingkan kaca patri buatan zaman baheula, seni kaca patri sekarang ini bisa dibuat lebih berseni. Dahulu belum ada rangka seng, tembaga untuk rangka kaca patri. Hal itu menyebabkan panel kaca patri yang dibuat dari timah rada tidak kokoh dan lendut. Sedangkan sekarang, dimana rangka tembaga dan seng bisa diperoleh di pasaran [yang terbaik adalah produk Kanada, AS, dan Korea], desain seni kaca patri semakin bisa mengikuti kemauan hati serta menghasilkan kualitas panel yang amat kokoh.

Penempatan kaca patri
Mengenai penempatan ornamen kaca patri pada sebuah bangunan, Brian mengatakan sekarang ini selain menghiasi bagian-bagian terpenting pada arsitektur tempat peribadatan, perkantoran maupun bangunan komersial, seni kaca patri juga sudah diusung masuk ke rumah tinggal bahkan istana para raja.

Rumah-rumah modern sekarang ini banyak mengadobsi seni kaca patri yang memang dapat lebih mempercantik interior maupun eksteriornya. Kaca patri bisa muncul di pintu utama rumah, jendela, ruang tamu, kamar mandi, bisa berfungsi sebagai partisi atau di langit-langit rumah tinggal atau dikenal sebagai stained glass dome.

"Sedangkan untuk istana, ornamen kaca patri yang digunakan lebih banyak dan lebih variatif, dengan desain yang harus orisinil, warna yang terseleksi ketat " ujar Brian yang juga menggarap seni kaca patri pada Istana Bukit Kayangan milik sultan Brunei Darussalam, State Secretarial Building (Kuching, Sarawak) dan banyak istana milik para Sultan di Malaysia.

Pemilik bangunan lazimnya menempatkan kaca patri menghadap ke arah timur atau barat untuk menghias eksterior, dimana matahari terbit dan terbenam. Sinar matahari yang masuk menembus kaca patri lebih mengentalkan keindahan seni ini. Sinar yang menembus 'menari-nari' didalam kaca, menjadi the dancing light, yang biasnya yang jatuh ke lantai, terpantul indah dan menawan sekali, menjadikan suasana amat damai, khusuk namum menggairahkan.

Bila kaca patri ingin diletakan di dalam ruangan, sebagai partisi misalnya, biasanya kaca patri dipantulkan pada cahaya lampu di baliknya. Kini Eztu Glass menyajikan kaca opalascent yang unik sehingga warna yang pekat dapat lebih menonjol dan terfokuskan, tekstur dan warna kaca tersebut bisa terlihat jelas. Meskipun pada malam hari, warna warni opalascent glass itu akan menonjol keluar. Hal ini pula yang dilakukan Brian pada penggarapan kaca patrinya.

Ratusan karya patri
Bicara mengenai track record Brian dalam dunia seni kaca patri, wajar bila pria ini dijuluki maestro seni kaca patri. Bagaimana tidak. Ratusan karya seni kaca patrinya tersebar di banyak bangunan diseluruh dunia dari Rusia, Eropa, Timur Tengah, Cina, Hongkong, Jepang, Philipina, AS, sampai Australia. Negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia merupakan langganan regulernya.

Tak salah bila kaca patri karya Eztu Glass berkali-kali diterbitkan di majalah Stained Glass Association of America dan majalah internasioal lain-lainnya bersama-sama dnegan karya para maestro kaca patri dunia lainya.

Sebagian karya-karya monumental Eztu Glass bisa dijumpai a.l. pada Mesjid Zirjah di Dubai, Islamic Centre, Tg.Priok. Mesjid Bank Indonesia; Gereja GKI Jatinegara, Gereja Korea, Vihara Candi Mendut (Yogyakarta), Kedutaan Rusia (Jakarta), gedung BPPT (Jakarta), The Shanghai Equatorial Hotel (Cina), Bali Hilton Octopusy Discoteque (Nusa Dua, Bali), RS Dharmais (Jakarta), Museum Purna Bhakti Pertiwi (TMII, Jakarta), Semarang Johar Shopping Center (Semarang), Bank BTN (Jakarta), Bumi Serpong Damai Golf & Country Club) dan masih banyak lagi lainnya. Itu belum termasuk rumah-rumah pejabat dan orang terkenal yang minta dibuatkan desain khusus.

Bagi Brian, seni kaca patri merupakan kerajinan tangan yang mesti dikerjakan dengan ketelitian, kehati-hatian dan penuh dedikasi serta kesabaran. "Itu saja tidak cukup. Harus bisa mengaplikasikan ide desain secara pas dan memilih warna yang sesuai dengan keadaan sekelilingnya serta kesukaan pemesannya," katanya.

Selain itu, dalam 'jurus dagang' Brian, pria ini selalu menekankan pentingnya tidak menipu pelanggan. "Jangan ingin menghemat cost lalu menggunakan rangka yang tipis dan kaca yang murah, itu yang sering terjadi. Setelah kecewa, pemesan tidak senang hati, lalu membatalkan pesananya, kita mau bilang apa," tambah Brian.

Satu hal yang ditanamkan kepada desainernya adalah untuk tidak menjiplak karya orang. "Desainer saya selalu saya tekankan harus kreatif dan inovatif. Karya yang dihasilkan juga harus berbeda."

Dalam menekuni usahanya sekaligus lebur dalam dunia seni kaca patri, Brian selalu menganut falsafah pisang, yang selalu melakukan regenerasi. Makanya tidak aneh bila anaknya pun meneruskan usaha kaca patri ini.

"Selain itu, saya juga selalu merasa tertantang dan senang bila harus mendesain kaca patri yang berfilosofi. Umpamanya desain bangau untuk ruangan orang tua, desain rajawali untuk yang harus siaga setiap saat atau desain bunga krisan untuk perlambang kerukunan. Meskipun untuk mendapatkan ilham desain itu akan makan banyak waktu dan tenaga, tetapi bila inspirasi tersalurkan dan hati puas, maka tidak ada yang lebih menyenangkan dari padanya," tutur Brian.

Kaca Patri Mematri Brian Yaputra

Jika Anda sempat mengunjungi Disneyland di Hongkong, perhatikan keindahan berbagai bentuk dan warna panil kaca patri yang ada di lokasi wahana hiburan tersebut.

Anda mungkin tak mengira bahwa kaca patri di Disneyland itu merupakan karya putra Indonesia kelahiran Semarang yang pada pertengahan Agustus nanti genap berusia 60 tahun. Dia adalah Brian Yaputra, bapak tiga anak dan kakek lima cucu yang berkibar lewat bendera Eztu Glass Art (EGA) 1981.

Nama Eztu diambil dari istilah bahasa Jawa, sa’estu (sungguh-sungguh) dan sae estu (benar-benar bagus). Setelah dirangkai dan huruf S—biar keren—diganti Z jadilah Eztu Glass atau benar-benar kaca.

“Pada awalnya banyak orang mengira produksi saya berasal dari bahan plastik,” tutur Brian di pabriknya seluas 8.000 meter persegi di Cikupa, Tangerang, Banten, pekan lalu. Di sini bekerja lebih dari 300 karyawan yang sekaligus menjadi lokasi gudang bahan baku impor yang bernilai ratusan juta rupiah.

Menurut Brian, seni kaca patri diciptakan pada abad ke-11 di Eropa yang awalnya untuk rumah ibadah. Daya pikat dari sinar yang menembus terbukti telah membuat suasana damai, khusyuk, dan tenang. Seiring perkembangan desain interior, para arsitek dan desainer kemudian menerapkannya ke bangunan umum dan perumahan.

Di Indonesia, kaca patri semula diperkenalkan para seniman Belanda pada dekade 1900-an. Akibat ketiadaan bahan baku, seni kaca patri pun menghilang selama 50 tahun, sebelum akhirnya marak kembali hingga sekarang.

Rekor Muri

Disneyland Hongkong yang dikerjakan tahun 2004 hanyalah salah satu contoh sentuhan Brian, anak keempat pasangan Yap Tek Liong-Sowana. Masih ada sederet bangunan lain di luar negeri yang juga kena sentuhannya.

Tentang hasil karya di Hongkong, Brian menyebut, “… job yang sangat bergengsi telah kami selesaikan. Pekerjaan ini merupakan bukti reputasi kami setelah prestasi mengerjakan panil kaca untuk 10 gereja dan beberapa restoran yang juga diselesaikan secara baik.” EGA satu-satunya perusahaan di luar Amerika Serikat yang ikut “mewarnai” Disneyland Hongkong.

Tak hanya di luar negeri. Karya lain di dalam negeri pun pantas disebut, di antaranya kaca patri seluas 12 meter x 30 meter di Johar Shopping Center, Semarang, yang masuk rekor Museum Rekor Indonesia (Muri).

Kemudian tercatat pula Museum Bank Indonesia karya seniman Belanda, Jan Sihoten Frinsenhof, sebagai salah satu bangunan kuno di bilangan Jakarta Kota, yang kemudian kena sentuhan Brian. Museum BI merupakan bangunan tahun 1924, lebih muda enam tahun dibandingkan dengan Museum Dr Sun Yat Sen di Hongkong yang juga diserahkan restorasinya kepada EGA. “Keduanya sangat monumental,” ujarnya menambahkan.

Ke Eropa

Brian mulai terpesona pada kaca patri saat ia berkesempatan jalan-jalan ke Eropa akhir tahun 1970-an, di sela-sela kesibukan mengelola pabrik peralatan elektronik milik keluarga.

Berbagai bangunan seperti gereja dan masjid di Eropa dihiasi kaca patri dan tampak sangat menawan. “Saya tertarik, tetapi enggak mengerti cara bikinnya,” tutur Brian. Sepulang ke Tanah Air, ia mengimpor kaca patri untuk dipelajari.

Setelah berkali-kali mencoba dan sering pula mengalami kegagalan—termasuk luka di tangan akibat tersayat pisau—pada awal 1981 Brian mulai berhasil menyusun kaca patri.

Seiring gencarnya pembangunan kawasan real estate, order pun terus berdatangan. Karena itu, produksi yang semula hanya dikerjakan di garasi dengan tiga karyawan pada 1986 dipindahkan ke Cikupa. Untuk mendukung pemasaran, Brian membuka ruang pamer di Jalan S Parman dan di Jalan Biak, Jakarta.

Setiap bulan EGA mendapatkan sekurangnya 10 order, di samping jasa desain dan pemasangan. Satu order biasa selesai dalam waktu tiga-empat bulan. Maklum, dalam sehari tiap karyawan di bagian produksi rata-rata hanya bisa menyelesaikan 0,25 meter persegi kaca patri. Sebegitu jauh ia tak bersedia menyebutkan harga jual.

Dalam perkembangan kemudian, EGA juga memperkenalkan sistem triplon glass atau unit triple glazed yang merupakan pelapisan panil kaca patri atau panel bevel dengan kaca tempered. Selain bermanfaat menghemat energi, triplon glass juga bisa berfungsi sebagai peredam suara.

Perawatannya pun amat mudah seperti merawat kaca polos biasa. EGA memopulerkan pula seni pelumeran kaca dari Italia yang lebih dikenal dengan melton glass (pelumeran kaca float) dan moons glass (pelumeran art glass warna-warni).

Prestasi prestisius kaca patri produksi EGA: menghiasi 29 gedung, 38 tempat ibadah, 11 hotel/spa, 10 restoran, dan sebagainya yang tersebar di berbagai negara dari Asia hingga Eropa.

Brian yang sudah menyerahkan tongkat estafet kepada kedua anaknya berpesan, “… dalam berusaha jangan mengurangi mutu bahan baku, berikan nilai lebih kepada pembeli atas uang yang dibayarkan, kerjakan dengan sepenuh hati, jangan menyusahkan pemberi order, jangan menipu, dan memberikan keterangan yang menyesatkan”. []

Estetika Kaca Patri, Cantik dan Mewah

SENI kaca patri (stained glass) merupakan hasil perpaduan seni lukis dan patri yang digunakan pada kaca. Seni ini dilakukan dengan cara mematri atau menyambung bagian atau potongan menggunakan patri atau timah sebagai pengikatnya. Kaca patri biasanya berbentuk geometris segi empat atau lingkaran, lalu dibentuk sedemikian rupa sehingga tampilannya menjadi cantik mengikuti pola tertentu. Pancaran warna yang dihasilkan kaca makin cantik jika terkena cahaya matahari. Kaca patri juga dapat membantu memantulkan cahaya matahari dan mengurangi panasnya suhu ruangan.

Sama halnya dengan mosaik pada pemakaian lantai, kaca patri juga menerapkan cara pemasangan puzzle. Sebelum menjadi suatu hasil karya seni, kaca dengan bentuk geometri dipotong kecil-kecil mengikuti pola lukisan seperti yang diinginkan konsumen. Selanjutnya, kaca dipatri dirakit satu per satu dengan menggunakan timah atau kuningan. Kemudian, memasuki tahap finishing.

Keunggulan yang ditawarkan kaca patri, antara lain bentuknya yang dapat menambah estetika rumah, terutama dengan teknik melapis tiga kaca patri (triple glass). Penggunaan kaca patri juga dapat membuat efek pencahayaan ruangan lebih indah serta dapat meredam suara. Dengan demikian, tidak memerlukan lagi gorden karena kaca sudah mempercantik ruangan. Selain sebagai unsur estetika yang mempengaruhi penampilan rumah, kaca patri dapat membantu keamanan rumah. Sebab, menggunakan kaca lapis tiga, kaca patri juga mampu menjadi terali yang berfungsi membantu keamanan rumah.

Pemanfaatan kaca patri sebagai elemen estetis ruangan, mulai dipopulerkan sebagai ornamen arsitektur pada pertengahan abad ke-12 di zaman gothic. Seni kaca patri tetap tak bisa dipisahkan dari arsitektur bangunan modern dewasa ini. Sebab, sesuatu yang indah memang akan selalu abadi. Namun, penempatan kaca patri harus cermat. Tidak bisa di sembarang tempat. Perlu menyesuaikan dengan gaya desain rumah dan lanskap sekelilingnya.

Dalam seni kaca patri, ada yang memperkenalkan sistem triplon glass atau unit triple glazed yang merupakan pelapisan panel kaca patri atau panel bevel dengan kaca tempered. Triplon glass ini selain bermanfaat menghemat energi juga berfungsi sebagai peredam suara bising. Perawatannya pun amat mudah, seperti merawat kaca polos biasa. Selain itu, teknologi kaca patri terus berkembang, maka berkembang juga seni pelumeran kaca dari Italia yang lebih dikenal dengan melton glass (pelumeran kaca float) dan moons glass (pelumeran art glass warna-warni).

Motif kaca patri pun beraneka ragam. Motif klasik, seperti Victorian hingga motif modern sesuai perkembangan zaman, misalnya motif tumbuhan, tanaman, hewan, pemandangan, dan kaligrafi. Bahkan, lewat seni kaca patri ini pun dapat ditampilkan gambar pemilik rumah. Bila pemilik rumah ingin memajang gambar diri di atas kaca patri, itu pun bisa dibuat. (ian, net)

Meraih Sukses dari Usaha Seni Kaca Timah

JAKARTA – Suatu hari di siang bolong salah seorang direktur PT Freeport Indonesia berkunjung ke sebuah rumah yang berada di gang kecil di bilangan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Sang pejabat dari perusahaan penambangan emas milik perusahaan asing ini seakan tak percaya melihat rumah kecil tak berhalaman itu bisa menghasilkan karya kaca timah (stained glass).
Satu-satunya yang meyakinkan dirinya bahwa rumah yang dia cari benar adalah sebuah rumah yang jendelanya terbuat dari kaca timah. Direktur itu bingung dan heran melihat rumah kecil ini.
Ketika ketemua pemilik rumah dia langsung berkomentar ”Kok rumahnya kecil sekali,” tutur Setia Boedhi Utama, si pemilik rumah, sambil tertawa menirukan kata-kata Direktur tersebut.
Ternyata Sang Direktur itu bermaksud mengantarkan sebuah buku mengenai kaca timah terbitan luar negeri sebagai hadiah kepada Setia Boedhi Utama atas karya kaca timahnya yang kini menyatu dengan salah satu gedung PT Freeport.
Direktur itu, menurut pengakuan pria berusia 52 tahun ini tertarik dengan karya yang dibuatnya di samping jumlah orang yang terjun di bidang ini tergolong sulit dicari.
Rumah itu sesungguhnya adalah studio yang digunakan untuk mengerjakan pesanan kaca timah maupun produk lain seperti cermin hias, lampu hias, kaca lukis, kaca tiga dimensi. Itu adalah rumah pertama miliknya sebelum memiliki rumah lain yang sedikit lebih luas.
Selain itu, Boedhi juga menggelar karyanya di Pasar Seni Ancol. Dipilihnya tempat itu karena menganggap Ancol merupakan tempat yang paling pas untuk sebuah karya seni di samping harga sewa yang tidak terlalu mahal.
Akan tetapi, Boedhi, tidak menganggap pekerjaanya sebagai lahan bisnis. ”Ini adalah kerja seni. Seorang yang menekuni seni kaca timah harus memiliki jiwa yang bisa menyatu dengan pekerjaan dan tidak memandang sebagai peluang bisnis,” tegas Boedhi.
Dia menekankan pada saat orang menganggap seni kaca timah sebagai ladang bisnis maka karya ini akan rusak kualitasnya, akan merosot. Itu pulah yang kini banyak terjadi. Banyak yang meniru dan lantas menghasilkan karya tak berkualitas.
Kerja seni yang ditekuni sejak 1983 ini bahan baku utamanya adalah kaca dan timah. Karya ini memang lebih kental dengan nilai seni karena karyanya merupakan potongan kaca putih atau berwarna yang kemudian membentuk satu motif atau gambar yang telah dibuat sebelumnya.
Produknya telah menghasilkan buah yang bisa dinikmatinya. Kini karyanya sudah banyak di antaranya kaca dan pintu rumah, gedung-gedung perkantoran, mesjid atau pun gereja yang tersebar di berbagai tempat. Karya spektakulernya-begitu dia menyebut karya terbesarnya —berada di mesjid PT Astra International, Sunter, Jakarta Utara.
Bahkan saat ini dia sedang mendapat penawaran untuk membuat kaca timah untuk jendela mesjid dan gereja di proyek LNG Tangguh, Papua. ”Mereka sudah menawarkan kepada saya tapi belum ada tindak lanjutnya,” katanya sambil menunjukkan design rumah ibadah yang akan didirikan oleh perusahaan LNG tersebut.
Sempat mencicipi kuliah di fakultas arsitektur sebuah universitas di Solo, pria bertubuh kurus ini sebelumnya masih bekerja sebagai arsitek pada perusahaan swasta. Dia mengaku mempelajari seni kaca timah secara otodidak. Semua buku-buku yang hampir seluruhnya adalah terbitan luar negeri dipelajari sambil bekerja. Tak tanggung-tanggung, Boedhi termasuk orang yang rajin berburu buku, termasuk memburu buku sampai ke Singapura. Agaknya latar belakangnya sebagai arsitek memudahkannya memahami materi yang sarat dengan gambar-gambar yang rumit bagi orang awam.
“Saya beli buku sampai ke Singapura karena di sini cukup sulit mencarinya. Supaya karya kita selalu berkembang harus pintar-pintar cari informasi. Sekarang juga saya selalu dikirimi buletin dari salah satu kelompok seni kaca timah dari Amerika Serikat,” katanya.

Satu Karyawan
Terjun sepenuhnya membuat kaca timah, dimulai dengan satu karyawan. Soal order, dia mendapatkan dari teman-temannya. Lama kelamaan nama Boedhi mulai dikenal, terlebih orang yang menekuni perkejaan bidang ini termasuk langka. Tercatat pelanggannya terutama dari orang-orang asing yang berada di Indonesia. Setelah merasa cukup mapan delapan tahun lalu (1994) dia membuka galeri di Pasar Seni Ancol. Kini, dia telah mempekerjakan 14 karyawan.
Mencari karyawan, diakuinya cukup sulit. Dia harus mencari orang yang bisa menyenangi pekerjaan ini. ”Modalnya dia bisa mencintai pekerjaan karena mengerjakan seni kaca timah butuh kesabaran dan kecermatan,” ujarnya.
Seni kaca timah, bila dilihat hanya sekadar memotong kaca berdasarkan gambar yang dibuat. Tapi, ini bukan pekerjaan mudah. Setelah gambar dibuat, biasanya berdasarkan pesanan, barulah kaca dipotong-potong sesuai motif. Di sini ada teknik memotong sehingga kaca tidak pecah. Setelah itu kaca dibentuk, kemudian di-bevelled bertujuan untuk membentuk kaca-kaca yang dipotong kemudian menghaluskan hingga mengilatkan. Barulah potongan-potongan kaca disusun sesuai motif dan dipatri dengan timah.
Laki-laki asli Solo ini mengungkapkan, persoalan bahan baku kaca adalah masalah utama yang dihadapi. Sebagian besar bahan bakunya masih impor karena itu harganya sangat mahal. Sebuah kaca berwarna ukuran satu meter persegi bisa mencapai Rp 750.000 itu pun masih tergantung warna. Jika warnanya kuning, harganya lebih mahal.
Sedangkan harga untuk karya yang dihasilkan, Boedhi tidak mematok harga tinggi minimal Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta sesuai ukuran apakah untuk jendela, pintu serta jenis kaca yang digunakan.
Boedhi juga mengembangkan karyanya hingga ke lampu hias,cermin atau kaca tiga dimensi. Dari pengembangan produk itulah, Boedhi memperoleh pendapatan yang paling besar rata-rata omset mencapai Rp 10 juta/bulan. Produk-roduk yang dikembangkan itulah ke depan hendak diandalkan sebagai sumber omset. Pasalnya dari kaca timah, nilai yang diperoleh tidak bisa ditentukan karena tergantung pesanan.
Khususnya lampu hias, mulai dikerjakan ketika peristiwa Mei 1997 terjadi. Ketika itu, tidak ada pesanan kaca timah. Bahkan galeri di Pasar Seni Ancol nyaris tidak ada pengunjungnya. ”Saat itu bagaimana orang mau membuat jendela atau pintu dari kaca sedangkan situasi sedang mencekam. Kemudian timbul ide membuat lampu hias,” ujarnya.
Akan tetapi, keadaan ini tidak berlangsung lama. Mulai 1999 order mulai berdatangan. Bahkan kini, Boedhi juga membuka kursus bagi orang yang berminat mempelajari seni kaca timah di studionya di Tanjung Duren.
”Yang berminat mengikuti kursus ini justru kebanyakan orang asing. Beberapa mahasiswa ITB maupun mahasiswa senirupa lain belajar di sini,” kata Boedhi. Biaya kursus ditetapkan Rp 2,5 juta hingga trampil tanpa batas waktu yang ditentukan.
Boedhi bercita-cita mengembangkan seni kaca timah di Indonesia. Belum ada universitas di dalam negeri yang melahirkan mata kuliah seni kaca timah seperti halnya di luar negeri.
”Suatu hari nanti ingin berdemo di sekolah, universitas, memperkenalkan seni kaca timah supaya semakin banyak yang mengetahui dan bisa semakin berkembang. Dari kaca timah ada banyak yang bisa dihasilkan semua tergantung ide dari pembuatnya,” katanya optimis. (SH/naomi siagian)

Kemilau Indah Cahaya Kaca Patri

“RUMAHKU istanaku”. Demikian ujar-ujar bijak yang menggambarkan nyaman dan serasinya tempat tinggal bagi pemiliknya. Sesungguhnya, pemeo ini memiliki makna yang luas. Bukan hanya bentuk fisik melainkan juga suasana hati dan hubungan antar-penghuninya. Namun setidaknya, penampilan fisik rumah dapat mempengaruhi perasaan penghuninya.

Sebagian pemilik rumah melakukan banyak upaya untuk mewujudkan suasana “istanaku”. Bukan hanya arsitektur melainkan juga keserasian dan keindahan interior turut mengambil peran penting. Rumah juga dapat menjadi ajang ekpresi seni pemiliknya. Mulai dari arsitektur, eksterior, hingga interiornya.
Bagian interior yang dimiliki hampir setiap rumah adalah kaca, baik jendela maupun pintu. Fungsi awalnya, sebagai penahan teriknya sinar matahari. Kaca sebagai interior mengambil peranan penting. Karena itu, pemilik rumah sering memberi perhatian lebih pada benda satu ini. Kaca yang biasanya terintegrasi dengan kusennya menawarkan beragam mode dan corak yang memberi keleluasaan pemilik rumah.
Namun bagi sebagian orang, terutama mereka yang berjiwa seni dan memiliki uang lebih, kaca tidak hanya “pembatas” di kusen tetapi telah memiliki peran penting untuk mempercantik rumah.
Kaca Patri --stained glass dalam bahasa Inggris atau glass and lood dalam bahasa Belanda-- merupakan hasil perpaduan seni lukis dan seni patri yang digunakan pada kaca. Kaca yang umumnya berbentuk geometris tertentu, di antaranya segi empat atau lingkaran, dibentuk sedemikian rupa sehingga tampilannya menjadi cantik mengikuti pola tertentu. Pancaran warna yang dihasilkan kaca semakin cantik jika terkena cahaya matahari.
Tidak Sembarang Kaca
DALAM pembuatan kaca patri, Pengelola Srikaton Glassindo Decorative Glass Work, Boy Erwin, mengatakan bahwa tidak sembarang kaca dapat digunakan. Umumnya, bahan kaca patri harus menggunakan kaca impor yang berasal dari Amerika, Taiwan, Jepang, atau sejumlah negara lainnya. Hal ini disebabkan kualitas pencahayaan yang dihasilkan kaca buatan luar ini jauh lebih baik daripada kaca lokal. Ketebalan pun menjadi faktor utama, yakni minimal 7 milimeter.
Sebelum menjadi suatu hasil karya seni, kaca dengan bentuk geometri dipotong kecil-kecil mengikuti pola lukisan seperti yang diinginkan konsumen. Selanjutnya, kaca dipatri atau dirakit satu per satu dengan menggunakan timah atau kuningan. Kemudian, memasuki tahap finishing. “Karena rumitnya pengerjaan, satu jendela biasanya memerlukan waktu sedikitnya satu minggu,” ujarnya.
Pada umumnya, kata Boy, terdapat tiga model kaca patri. Yakni, kaca patri berwarna, kaca patri timah, dan kaca patri bevel.
Motif kaca patri pun beraneka ragam. Motif klasik seperti Victorian hingga motif modern sesuai perkembangan zaman, misalnya motif tumbuhan, tanaman, hewan, dan pemandangan. Bahkan, lewat seni kaca patri ini pun, dapat ditampilkan motif kaligrafi.
Berbagai keunggulan ditawarkan kaca patri. Bentuknya yang memang dapat mempercantik rumah, terutama dengan teknik melapis tiga kaca patri atau istilahnya triple glass. Penggunana kaca patri juga dapat membuat efek pencahayaan ruangan lebih indah, dapat meredam suara, dan tidak memerlukan lagi gorden karena kaca sudah mempercantik ruangan.
“Dan, dari segi keamanan, kaca patri lapis tiga langsung berfungsi menjadi teralis,” ujar manajer Mataram 316 Stained Glass, Hari Wahyudi Winawardhana, SE.
(vanda rosetiati)

Masjid Agung Juga Pakai
SENI patri merupakan seni mematri atau menyambung bagian atau potongan benda dengan menggunakan patri atau timah. Pada awalnya, seni patri ini digunakan di Eropa. Sedangkan di Indonesia, bangunan yang dihias kaca patri adalah gereja peninggalan kolonial.
Namun seiring perkembangan zaman, kaca patri pun mengalami perubahan mode dan fungsi. Selain desain, kehalusan pengerjaan juga mengalami kemajuan.
Khusus untuk Kota Palembang, kaca patri sudah dikenal sejak sekitar tahun 1748, yang dibuktikan dengan adanya beberapa bentuk kaca patri di sejumlah bagian gedung peninggalan kolonial. Di antaranya, Menara Air, yang sekarang menjadi Kantor Walikota Palembang.
“Bahkan, Masjid Agung Palembang pada desain aslinya menggunakan kaca patri di beberapa bagian,” kata Budayawan Palembang, Johan Hanafiah.
Menurut Johan, yang menghias rumahnya dengan kaca patri, motif kaca ini mengandung tingkat seni grafis dan seni lukis yang tinggi. (van)

Sejarah Seni Kaca

Cahaya yang menari : Sejarah Seni Kaca Patri Masa Kolonial di Indonesia

Tidak banyak orang yang memperhatikan salah satu ornamen penting ini dalam suatu bangunan. Padahal ornamen itu sangat cocok dengan iklim tropis Indonesia yang kaya akan matahari. Ornamen hiasan tersebut akan semakin indah bila cahaya sinar matahari menembusnya. Seolah cahaya itu menari. Ornamen indah itu adalah kaca patri yang dalam bahasa Belanda disebut glass-in-lood. Sementara itu dalam bahasa Inggris disebut leaded glass atau stained glass art.

Ditinjau dari sejarahnya, seni kaca patri merupakan ornamen arsitektur yang berasal dari Eropa. Penggunaan kaca warna pada jendela terutama untuk rumah ibadah (gereja) dimulai pada pertengahan abad ke-12. Pada zaman Gotik inilah, seni ini berada pada puncak kejayaannya. Jauh sebelumnya, teknik pewarnaan pada kaca sudah dikenal di Mesir dan Mesopotamia pada milenium ketiga sebelum masehi. Yang kemudian berkembang pada masa Romawi.

Di Indonesia sebenarnya kita mengenal pula ornamen kaca patri ini. Namun, tidak jelas siapa yang membawa seni kaca patri ini ke Indonesia. Menariknya, sampai paruh pertama abad ke-19 kaca termasuk jenis barang mewah dan sangat mahal. Baik di Indonesia maupun di Asia, termasuk China dan Jepang. Dari arsip laporan tahunan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) di Batavia untuk kantor pusat di Amsterdam, terdapat beberapa catatan tentang impor barang-barang kaca dari Belanda atau Eropa. Barang-barang kaca itu untuk dijual atau diberikan sebagai hadiah kepada raja-raja atau sultan-sultan di Indonesia. Namun, VOC lebih banyak menjual atau memasok kaca ke India, China dan Jepang. Pada 1675 VOC sempat memikirkan untuk mendirikan pabrik kaca di Batavia tetapi rencana itu tidak terwujud. Di Indonesia pun, bahan kaca tetap langka sampai awal abad ke-20, kecuali untuk kalangan terbatas. Baru sesudah 1910-an kaca semakin terjangkau dengan impor kaca dari Jepang.

Dapat dikatakan pada 1900-an merupakan awal penggunaan kaca patri selain di tempat-tempat ibadah. Pada masa ini kaca patri mulai digunakan untuk bangunan kantor, hotel dan rumah tinggal, terutama bangunan yang bergaya arsitektur art deco. Berbeda dengan kaca patri di rumah-rumah ibadah, penggunaan kaca patri untuk rumah tinggal pada umumnya hanya menempati bidang kecil pada bagian bangunan yang disebut bovenlicht, yaitu jendela kecil yang bisa dibuka tutup. Panel kaca patrinya kecil-kecil dan terpasang pada kusen. Supaya kaca patri tampak alami maka kusennya juga dipelitur.
Di Indonesia kita bisa menemukan jejak seni kaca patri ini, terutama di Jawa. Misalnya di gereja Katedral Jakarta yang diresmikan pada 1901. Menurut Han Awal, arsitek senior Indonesia, gereja ini dirancang pada 1891 oleh A. Dijkmans seorang pastor yang juga arsitek. Lantaran sakit dan harus kembali ke Belanda, maka pembangunannya dilanjutkan oleh M..J. Hulswit dari biro arsitek terkenal di Belanda, Fermon & Cuypers. Oleh karena itu di prasasasti depan gereja yang disebut hanya Cuypers-Hulswit sebagai arsiteknya. Gaya arsitektur gereja ini adalah neo gotik karena merupakan “tiruan gaya Gotik”. Pada bagian Barat gereja ini kita akan menjumpai jendela rosetta besar yang dihiasi kaca patri indah.

Ornamen kaca patri juga dapat ditemui di gedung Museum Bank Indonesia yang dulu merupakan kantor Javasche Bank, cikal bakal Bank Indonesia. Gedung yang bergaya neo klasik ini sebelumnya adalah bekas rumah sakit Binnen yang dibangun pada 1828. Lagi-lagi perancang bangunan ini adalah oleh biro arsitek Fermont & Cuypers. Khusus di ruangan direktur yang dikenal dengan nama Ruang Hijau, di sana terpasang panel-panel jendela kaca patri berwarna-warni indah dengan gambar aneka produk alam. Produk alam itu merupakan komoditi yang diperdagangkan Belanda pada masa itu, seperti kopi, lada, timah, emas, kapas, karet, tebu. Beberapa panel jendela hilang sehingga perlu waktu untuk mengetahui komoditi yang terdapat dalam panel tersebut.

Seluruh jendela kaca patri di museum Bank Indonesia itu dibuat oleh seniman Belanda bernama Ian Sihouten Frinsenhouf dari Delft. Saat ini panel-panel kaca patri di gedung museum Bank Indonesia sedang direstorasi oleh Eztu Glass Art, pimpinan Brian Yaputra & Freddy Sudjadi, dua maestro kaca patri Indonesia yang membawa seni kaca patri sejak 1981 kembali Indonesia.

Di Yogyakarta kita akan menjumpai hiasan kaca patri ini di Kraton Yogya. Terletak di bangsal Trajumas, bangsal ini memiliki fungsi penting untuk upacara dan sebagai ruang pengadilan. Hiasan kaca patri yang ada di sana bergaya Victorian dipadu dengan gambar alat musik seperti terompet, biola dan sejenis harpa.

Hiasan kaca patri juga dapat ditemui di Hotel Oranje di Surabaya, kelak berganti nama menjadi hotel MADJAPAHIT dan sekarang bernama Mandarin Oriental . Hotel ini diresmikan pada 1900 dan kaca patrinya juga direstorasi pada 1993. Begitupula dengan Hotel Sentral di Wonosobo. Kedua hotel tersebut pun telah direstorasi oleh EZTU GLASS ART. Pada sebuah rumah peninggalan masa kolonial di Malang, kita juga dapat menjumpai kaca patri dengan desain yang terinspirasi dari Frank Lloyd Wright. Demikian pula dengan bangunan-bangunan rumah di Surabaya yang menggunakan ornamen kaca patri bergaya Mondriaan. Dengan ciri khas garis segi empat tetapi warnanya berbeda.

Bangunan mesjid pun tak luput dari sentuhan ornamen kaca patri. Misalnya Masjid Menara Kudus yang sebenarnya bernama Masjid Al-Aqsha. Berdasarkan inskripsi dalam bahasa Arab, masjid ini didirikan pada 1549 oleh Ja’far Shadiq atau Sunan Kudus. Pada 1925 bagian depan masjid ditambah bangunan baru berupa serambi. Pada 1933, bagian serambi itu disambung lagi dengan bangunan baru yang juga berupa serambi. Serambi ini memiliki mimbar kubah bercorak arsitektur bangunan India. Disekelilingnya dihiasi kaca patri yang indah dan unik. Panel-panel kaca patri yang menghiasinya merupakan kombinasi motif gaya art deco dengan kaligrafi huruf-huruf Arab. Di sana tertulis nama-nama sahabat Nabi Muhammad SAW, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, serta empat orang imam mazhab (Hanafi, Hambali, Syafi’i dan Maliki), dll.

Gereja St Paulus di Bandung yang dibangun tahun 1919 hasil rancangan arsitek Belanda C.P. Schoemaker juga memanfaatkan keindahan kaca patri. Lukisan Yesus dan Bunda Maria dalam paduan warna-warna indah memberi kesan lebih religius yang khusyuk dalam gereja. Selain itu penggunaan kaca patri secara besar-besaran digunakan di aula barat dan timur Technische Hoogeschool Bandoeng (sekarang Institut Teknologi Bandung). Itu merupakan hasil rancangan Ir Mclaine Pont. Ia sengaja menggunakan warna kaca yang putih bersih. Dengan alasan supaya sinar matahari dari luar bisa masuk. Sehingga ruangan menjadi lebih terang tanpa terasa panas dan silau. Demikian pula dengan bangunan hotel Savoy Homann yang pada waktu renovasi 1939 dirancang oleh A.F. Aalbers juga menggunakan ornamen kaca patri.

Bila kita cermati gaya kaca patri (khususnya rumah) yang dominan adalah gaya modernisme dari Piet Mondriaan , salah satu pelopor De Stijl, majalah seni di Belanda yang terbit 1917. Tokoh De Stijl lainnya adalah Theo van Doesburg (1883-1931) yang sempat mengunjungi arsitek Amerika Frank Lloyd Wright. Frank Lloyd Wright (1867-1959) adalah salah satu pelopor aliran modernisme dalam arsitektur di Amerika. Aliran ini mengembangkan gagasan fungsional, bentuk mengikuti fungsi (form follow function). Bagian bangunan tanpa fungsi serta unsur dekorasi tanpa fungis tabu dibuat. Sehingga keindahan timbul karena pancaran komposisi elemen-elemen berfungsi.
Kemungkinan besar aliran ini sangat berpengaruh pada arsitek-arsitek di Belanda. Yang kemudian membawanya masuk ke Indonesia. Mereka menyesuaikan dengan budaya dan iklim setempat. Seperti pada karya-karya Cuypers, Karsten, Henri Maclaine Pont (1884-1971), C.P. Wolff Schoemaker (dosen dan pembimbing Soekarno waktu mahasiswa). Para arsitek inilah yang “membangun” kota , merancang dan merenovasi berbagai bangunan di kota-kota besar Jawa seperti Bandung, Batavia, Surabaya, Semarang. Bisa jadi pula seni kaca patri digunakan mereka sebagai bagian ornamen rancangan arsitektur yang disesuaikan dengan fungsi. Memanfaatkan sinar matahari tropis sehingga cahayanya yang masuk menembus panel-panel kaca patri seolah menari dengan indah.

Memang kaca patri sejak diciptakan telah mempesona dan terbukti memberi keindahan. Demikian pula kaca patri di setiap rumah ibadah menimbulkan perasaan yang khusyuk, damai kepada umatnya. Kedamaian dan keindahan ini juga diterapkan oleh para desainer di setiap lokasi yang mereka perlukan. Maka seni kaca patri hingga saat ini tidak pernah.pudar, malahan selalu dapat disesuaikan dengan gaya desain arsitektur yang sedang trendy.INA Magazine

Ketika Kaca Jadi Dekorasi Ruangan

Tidak selamanya kerajinan kayu, bambu atau keramik menjadi monopoli demi perolehan keindahan dan kecancikan suatu ruangan. Kerajinan kaca pun ternyata bisa menambah keapikan bahkan kemewahan dekorasi sebuah ruang. Dengan berbagai cara, kaca bening dan warna, ketika telah diolah serta dipadukan menjadi sebuah seni kerajinan, dipastikan akan mampu melahirkan daya pikat tersendiri.


AS Sutiman perajin kaca patri dari Solo misalnya, lewat kepintaran dan kekayaan imajinasinya, mampu menjawab tantangan untuk mengisi dekorasi ruangan melalui kerajinan kacanya. Ada banyak produk ciptaannya, semisal lampu gantung, kap lampu duduk, kaca hias, tempat tisu, kotak perhiasan, kotak permen, vas bunga, tatakan gelas, atau baki.

“Saya memulai usaha ini sejak tahun 1998. Itupun awalnya bukan kaca, tetapi dengan bahan baku tempurung dan kerang,” kata AS Sutiman yang ditemui Handicarft Indonesia. Melalui bendera usaha “Aneka Karya Glass” Sutiman memang tergolong kampiun dalam soal desain dari kerajinan kaca . Sampai saat ini, sedikitnya sudah 250 desain diciptakannya, terbagi dalam empat kelompok yakni kerajinan kaca miror, kaca patri, kotak souvenir yang dibingkai dengan kuningan dan lampu gantung.

“Konsumen kami tak terbatas dari sekitar sini. Tetapi datang berasal dari Jakarta, Bali, Bandung, Yogya. Kami juga telah ekspor ke Australia dan Jepang,” kata Sutiman yang memiliki bengkel kerja di daerah Pabelan, Solo. Konsumen umumnya memesan supenir berupa tempat tisu, pigura, vas bunga dan lampu gantung!” lanjutnya. Selama ini Sutiman menggunakan kaca berketebalan antara 3-5 mm, baik lokal maupun impor.

Supenir seperti kotak tisu misalnya, banyak dihiasi dengan lukisan batik atau bunga tulip. Untuk memberi kesan etnik, dipilihlah cat berwana coklat dan merah.. Sementara untuk membuat lampu gantung di samping lis kuningan, digunakan tembaga sebagai penyangga bagian bawah dan penutup bagian atas. Menurut Sutiman, rendah tingginya harga tergantung pada mutu kaca yang digunakannya.

Kaca bening sekarang ini harganya antara Rp 40.000,- hingga – Rp 135.000,-/m2. Sedang kaca warna harganya Rp 65.000,- hingga sekitar Rp 800.000,-/m2. “Saya menjual kerajinan ini antara Rp 15.000,- hingga Rp 6 juta-an. Seperti kaca miror ukuran 80 X 180 cm ini, harganya Rp 5 juta, sebentar lagi akan saya kirim,” ujarnya sambil menunjukkan peti kemasan siap kirim.

Selama jadi perajin, Sutiman merasa bangga karena bisa membuat karya besar berupa lampu gantung berbentuk bola dengan diameter 85 cm dan tinggi 160 cm. Lampu bola dimaksud, menggunakan lima jenis kaca warna, pesanan konsumen dari Jakarta, seharga Rp 3 juta. Sisi utama dari dari kerajinan kaca, katanya, adalah ketelitian dan kecermatan dalam memasang berbagai bahan. Dulu ketika baru memulai usaha, ia mengaku selalu gagal dalam membuat lis kuningan dan memotong kaca, karena tiba-tiba pecah. Tapi sekarang tidak akan pernah terjadi.

Dengan selalu ikut pameran tingkat nasional seperti PPE, Furnicraft dan Inacraft, Sutiman bisa semakin mengetahui selera dan minat pasar. Tak jarang, karya-karya barunya langsung dipilih konsumen. “Seperti lampu gantung dengan kaca bening yang banyak diberi lis kuningan, ternyata banyak disukai pembeli,” aku Sutiman yang pernah malang melintang di Palembang, menekuni kerajinan kerang.

Kini, di bengkel kerjanya Jl. Pabelan II /36, Sutiman dibantu sedikitnya 40 tenaga kerja pria/wanita. Pada jam-jam produksi, hampir pasti bengkel kerja itu menjadi hiruk pikuk oleh suara palu beradu dengan bahan-bahan kuningan dan sejenisnya. Sementara bangunan di bagian depan digunakan untuk memajang berbagai produk yang pernah dihasilkannya. Jenis lampu gantung maupun jenis kaca hias mendominasi ruangan nan lapang itu.

Untuk kaca hias, Sutiman membari nama nama seperti Capricorn, Virgo, Leo, Gemini, Scorpio, Sagitarius, Arunus, Venus, Cancer, Mars dan Aquarius. Kaca hias ini memiliki bentuk berbeda terutama pigura yang membingkainya. Kalau Virgo bentuknya segi empat yang bagian atasnya diberi ukir-ukiran kaca. Sedang Venus bentuknya lonjong. ‘Harga kaca hias dengan bingkai kaca ini harganya di atas Rp 1 juta,” kata Sutiman mengakhiri perbincangan.■

Kaca dan Asal Mulanya

Kaca yang mudah ditemukan dalam kehidupan keseharian, ternyata merupakan material padat pada suhu kamar, sekaligus sebagai sebuah tabir yang dapat menghantarkan cahaya, tetapi sulit menghantarkan udara dan suara. Kaca merupakan benda transparan yang kuat dan secara biologi merupakan bahan yang tidak aktif, sehingga bisa dibentuk menjadi permukaan yang kuat dan licin. Kaca yang kemudian menjadi produk multi guna, terdiri dari unsur silika, yaitu butiran pasir yang mengandung silikon dioksida.

Untuk mencairkan kaca diperlukan suhu sekitar 1400 derajat Celcius. Ini disebabkan karena kaca terdiri dari bahan yang tidak memiliki perubahan garis atomik dalam cahaya. Selain itu, kaca juga mempunyai tingkat gelombang yang lebih besar dibandingkan cahaya dan tak ada sekat yang menyebabkan cahaya terbias sehingga menghalangi pemantulan obyek.

Kaca semula berasal dari material obsidia yang terbentuk dari lava gunung berapi, sebenarnya telah dikenal sejak zaman batu. Menurut salah satu referensi, pembuat kaca pertama adalah bangsa Mesir sekitar tahun 2000 Sebelum Masehi. Saat itu, kaca digunakan sebagai kemasan barang-barang tembikar dan sejumlah benda lainnya. Pada abad pertama Sebelum Masehi, teknik pembuatannya berkembang dan kaca menjadi lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Di zaman Kekaisaran Romawi sebagian besar produk kaca berbentuk botol dan gelas. Kemudian pada abad ke-12 dibuatlah kaca berwarna dengan cara mencampurkan bahan pewarna berupa oksida logam. Kaca jenis ini kurang begitu berkembang karena tidak digunakan secara luas oleh masyarakat. Pada abad ke-14 pusat pembuatan kaca adalah kota Venice yang berada di Italia. Kota inilah yang banyak melahirkan teknik baru, dan akhirnya produk kaca menjadi komoditas penting, seperti piring, pinggan, mangkuk, cermin, dan barang mewah lainnya.

Kemudian sekitar tahun 1688, proses pengolahan kaca ini menggunakan beberapa cara yang telah dikembangkan, sehingga produk kaca lebih mudah dibuat. Dengan lahirnya mesin pengolah produk kaca pada 1827, produk-produk berbasis kaca bisa dibuat secara massal, harganya pun menjadi lebih murah. Pada pertengahan 1800-an diperkenalkan proses pembuatan kaca mahkota (crown glass process).

Untuk mengubah tekstur kaca biasa, bisa dilakukan dengan campuran bahan lain yang akan mengubah ciri-cirinya. Misalnya, kaca yang dicampur dengan timah hitam akan tampak lebih berkilau, karena indeks pantulannya mengalami peningkatan. Kemudian bila ditambahkan senyawa boron akan memperkuat ciri fisik dan elektriknya sehingga menghasilkan produk kaca yang tahan panas dan disebut dengan pyrec.

Dengan menambahkan senyawa barium juga akan meningkatkan indeks pantulannya. Sementara itu, untuk kaca yang menyerap tenaga infra digunakan campuran serium. Ada pula yang menambahkan campuran logam oksida yang berfungsi mengubah warna kaca. Penambahan kadar soda atau potasium juga menurunkan titik lebur kaca, atau itu digunakan senyawa mangan untuk menghilangkan warna yang tidak dikehendaki.

Berkembang
Kaca berwarna dihasilkan dengan cara mencampur sedikit oksida logam peralihan. Misalnya, oksida mangan akan menghasilkan warna ungu, oksida kuprum dan kromium akan memberikan warna hijau, dan oksida kobalt memberikan warna biru. Soda atau sodium karbonat (Na2CO3) dapat menurunkan titik lebur kaca sampai sekitar 1000 derajat Celcius. Bahkan bahan soda menjadikan kaca mudah larut sehingga untuk mengatasinya harus ditambah dengan kapur (kalsium oksida atau CaO).

Dengan berbagai ciri dan kekhasannya, material kaca dapat diolah menjadi bermacam-macam produk fungsional, seperti peralatan makan dan minum, perkakas rumah tangga, pelengkap interior ruangan hingga sebagai bahan bangunan. Sekarang ini, produk kaca bahkan telah berkembang menjadi barang seni yang berbentuk unik dan menarik.

Barang-barang seni yang dibuat dari kaca, kemudian digolongkan sebagai kreasi kerajinan tangan karena proses pembuatannya menggunakan keahlian manual dari seorang perajin. Produk kaca sebagai barang kerajinan pun semakin beragam bentuk desainnya. Bentuk dasarnya mungkin hanya piring oval, gelas atau vas bunga, namun desain dan aksen dekorasinya dibuat dengan berbagai sentuhan seni yang cantik. Dengan begitu, produk kerajinan kaca semakin diminati danmenjasi komoditas yang menjanjikan.

Kaca yang mudah ditemukan dalam kehidupan keseharian, ternyata merupakan material padat pada suhu kamar, sekaligus sebagai sebuah tabir yang dapat menghantarkan cahaya, tetapi sulit menghantarkan udara dan suara. Kaca merupakan benda transparan yang kuat dan secara biologi merupakan bahan yang tidak aktif, sehingga bisa dibentuk menjadi permukaan yang kuat dan licin. Kaca yang kemudian menjadi produk multi guna, terdiri dari unsur silika, yaitu butiran pasir yang mengandung silikon dioksida.

Untuk mencairkan kaca diperlukan suhu sekitar 1400 derajat Celcius. Ini disebabkan karena kaca terdiri dari bahan yang tidak memiliki perubahan garis atomik dalam cahaya. Selain itu, kaca juga mempunyai tingkat gelombang yang lebih besar dibandingkan cahaya dan tak ada sekat yang menyebabkan cahaya terbias sehingga menghalangi pemantulan obyek.

Kaca semula berasal dari material obsidia yang terbentuk dari lava gunung berapi, sebenarnya telah dikenal sejak zaman batu. Menurut salah satu referensi, pembuat kaca pertama adalah bangsa Mesir sekitar tahun 2000 Sebelum Masehi. Saat itu, kaca digunakan sebagai kemasan barang-barang tembikar dan sejumlah benda lainnya. Pada abad pertama Sebelum Masehi, teknik pembuatannya berkembang dan kaca menjadi lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Di zaman Kekaisaran Romawi sebagian besar produk kaca berbentuk botol dan gelas. Kemudian pada abad ke-12 dibuatlah kaca berwarna dengan cara mencampurkan bahan pewarna berupa oksida logam. Kaca jenis ini kurang begitu berkembang karena tidak digunakan secara luas oleh masyarakat. Pada abad ke-14 pusat pembuatan kaca adalah kota Venice yang berada di Italia. Kota inilah yang banyak melahirkan teknik baru, dan akhirnya produk kaca menjadi komoditas penting, seperti piring, pinggan, mangkuk, cermin, dan barang mewah lainnya.

Kemudian sekitar tahun 1688, proses pengolahan kaca ini menggunakan beberapa cara yang telah dikembangkan, sehingga produk kaca lebih mudah dibuat. Dengan lahirnya mesin pengolah produk kaca pada 1827, produk-produk berbasis kaca bisa dibuat secara massal, harganya pun menjadi lebih murah. Pada pertengahan 1800-an diperkenalkan proses pembuatan kaca mahkota (crown glass process).

Untuk mengubah tekstur kaca biasa, bisa dilakukan dengan campuran bahan lain yang akan mengubah ciri-cirinya. Misalnya, kaca yang dicampur dengan timah hitam akan tampak lebih berkilau, karena indeks pantulannya mengalami peningkatan. Kemudian bila ditambahkan senyawa boron akan memperkuat ciri fisik dan elektriknya sehingga menghasilkan produk kaca yang tahan panas dan disebut dengan pyrec.

Dengan menambahkan senyawa barium juga akan meningkatkan indeks pantulannya. Sementara itu, untuk kaca yang menyerap tenaga infra digunakan campuran serium. Ada pula yang menambahkan campuran logam oksida yang berfungsi mengubah warna kaca. Penambahan kadar soda atau potasium juga menurunkan titik lebur kaca, atau itu digunakan senyawa mangan untuk menghilangkan warna yang tidak dikehendaki.

Berkembang
Kaca berwarna dihasilkan dengan cara mencampur sedikit oksida logam peralihan. Misalnya, oksida mangan akan menghasilkan warna ungu, oksida kuprum dan kromium akan memberikan warna hijau, dan oksida kobalt memberikan warna biru. Soda atau sodium karbonat (Na2CO3) dapat menurunkan titik lebur kaca sampai sekitar 1000 derajat Celcius. Bahkan bahan soda menjadikan kaca mudah larut sehingga untuk mengatasinya harus ditambah dengan kapur (kalsium oksida atau CaO).

Dengan berbagai ciri dan kekhasannya, material kaca dapat diolah menjadi bermacam-macam produk fungsional, seperti peralatan makan dan minum, perkakas rumah tangga, pelengkap interior ruangan hingga sebagai bahan bangunan. Sekarang ini, produk kaca bahkan telah berkembang menjadi barang seni yang berbentuk unik dan menarik.

Barang-barang seni yang dibuat dari kaca, kemudian digolongkan sebagai kreasi kerajinan tangan karena proses pembuatannya menggunakan keahlian manual dari seorang perajin. Produk kaca sebagai barang kerajinan pun semakin beragam bentuk desainnya. Bentuk dasarnya mungkin hanya piring oval, gelas atau vas bunga, namun desain dan aksen dekorasinya dibuat dengan berbagai sentuhan seni yang cantik. Dengan begitu, produk kerajinan kaca semakin diminati danmenjasi komoditas yang menjanjikan.