13 Februari 2008

Lukisan Kaca Bisnis Sekaligus Hobi Keluarga

KETERAMPILAN apa yang unik namun bisa diajarkan cepat dan dijual cepat pula? Pertanyaan itu memenuhi benak Hedi Yamasari (32) setahun lalu, tepatnya menjelang Lebaran 2003. Saat itu ia ingin sekali membantu suaminya yang bekerja di sebuah kantor pemerintahan yang ditugasi mempersiapkan parsel Lebaran.

"Masak, dengan uang satu juta rupiah, isi parsel hanya buah-buahan," kata Ny Hedi protes kepada suaminya, Erick M Atthourick (33).

Kekecewaan itulah yang mendorong Hedi terus mencari ide agar bisa membuat parsel yang unik dan lebih berharga, serta bisa dia kembangkan untuk menjadi lahan bisnis yang menarik.

Perempuan lulusan strata-2 bidang hukum Universitas Parahyangan ini mengangankan bisa berwirausaha. "Tadinya saya berencana ingin menjadi dosen," ujarnya. Namun, keinginan itu diurungkan karena ia belum memiliki pembantu di rumah, di sisi lain pada saat itu anak-anak masih sangat membutuhkan keberadaannya.

"Jadi, saya pikir berbisnis di rumah akan lebih baik, selain bisa menambah uang untuk jajan anak-anak juga bisa membunuh rasa jenuh," ucapnya.

Di tengah keinginan menjadikan rumah sebagai kantor, tempat usaha, sekaligus inspirasi bagi idenya yang pas, muncul temannya yang memberikan saran agar Hedi belajar melukis di atas kaca yang mudah sekali cara pengerjaannya. Saran itu pun ia pikirkan. Lalu ia pun berkata dalam hati, ide itu bagus, kenapa tidak dicoba. Hedi pun mengikuti saran tersebut, dan ternyata benar. Hanya dengan empat kali datang untuk belajar, Hedi sudah dapat membuat sebuah karya.

Untuk parsel, Hedi mengembangkan idenya. "Saya terus mencari media yang berbahan kaca, namun mudah dilukis dan bermanfaat bagi penggunanya," ungkapnya.

Mungkin sudah suratan takdir, kata Hedi mengenang bagaimana awalnya ide itu ia implementasikan. Menurut Hedi, siapa sangka ide cemerlang itu datang saat ia tengah mengantar anaknya membeli ikan di sebuah toko ikan hias. Barisan akuarium yang terpajang di sana membuat Hedi tertarik dan ingin menjadikannya sebagai pengganti keranjang untuk meletakkan toples-toples kue, sekaligus vas bunga.

Hedi pun membeli beberapa buah akuarium berbagai bentuk, seperti lingkaran atau elips. Gelas akuarium itu dia lukis. Setelah lukisan selesai dibuat, baru dimasukkan toples-toples kue. Nah, agar gelas akuarium itu menarik, di mulutnya diberikan hiasan pemanis dari bunga-bunga lontar.

Glass art atau seni melukis di atas kaca ada tiga jenis. Fun and fancy merupakan cara melukis di atas kaca dengan cat khusus di mana hasil lukisan akan menjadi lebih berkilau.

Lukisan pun bisa dilepas seperti stiker. Jika bosan dengan media kaca, lukisan bisa dilepaskan dari kaca dan dipindahkan ke media lain seperti porselen dan aluminium.

Jenis lainnya adalah deco-art, yaitu melukis di atas kaca dengan kuas dan lukisan di atas kaca yang hasilnya mirip kaca patri. "Kata guru saya, yang hasilnya seperti kaca patri itulah glass art sesungguhnya," kata Hedi.

Hedi memilih fun and fancy karena pasarnya sangat luas. "Anak-anak taman kanak-kanak sampai ibu-ibu menyukainya," ujarnya.

Hedi yang juga memiliki toko hadiah di rumahnya di kawasan Buahbatu, Bandung, mengisi tokonya dengan beberapa lukisan gelas. Lukisannya diminati berbagai kalangan, dari anak-anak taman kanak-kanak hingga para ibu rumah tangga. Kebetulan, rumah Hedi berseberangan dengan sekolah dasar dan taman kanak-kanak.

"Pada Hari Ibu, lukisan-lukisan kecil banyak dibeli anak- anak. Katanya, akan dijadikan kado untuk ibunya," ujar Hedi.

Setelah berhasil membuat parsel unik, Hedi memperoleh banyak pesanan. Ia mulai membuat lukisan di atas kaca dan diberi bingkai. Ia juga tetap melukis toples-toples, serta menghiasi pinggiran cermin dengan berbagai motif.

Melukis untuk tiga jenis lukisan kaca sebaiknya dilakukan di media datar, tidak vertikal atau cembung, sebab cat yang dituangkan akan cepat meleleh di bidang vertikal atau cembung.

Oleh karena itu, jika Hedi ingin melukis di toples, ia melukisnya di kaca datar terlebih dahulu, baru memindahkannya pada kaca toples setelah lukisan kering dan bisa dipindahtempelkan. Lukisan kaca yang dibingkai merupakan produk yang paling diminati dan harganya variatif tetapi tetap terjangkau. "Saya pasang harga untuk lukisan kaca itu mulai dari Rp 15.000 hingga tak terbatas sesuai pesanan. Lukisan Rp 15.000 berukuran sekitar 10 x 12 sentimeter," tuturnya.

Tampaknya karya seni yang dibuatnya banyak diapresiasi masyarakat. Hal itu terbukti dari pesanan masyarakat yang tak hanya lukisan kaca biasa, tetapi juga kaligrafi berbagai ayat Al Quran yang besarnya bisa beberapa meter. "Untuk ukuran satu meter persegi, saya hargai Rp 700.000, piguranya mahal sih," kata Hedi.

Untuk lukisan berukuran kecil, meskipun dibingkai, lukisan berada di luar kaca pigura tanpa dilapisi kaca lainnya sehingga lukisan bisa diraba. "Karena hasilnya seperti stiker, lukisan ini rentan goresan," kata Hedi. Itu sebabnya untuk lukisan berukuran besar, ia menggunakan pigura dengan kaca ganda agar lukisan tidak tergesek.

Lukisan-lukisan kaca Hedi telah dijual di Bandung, Jakarta, Bali, dan Malaysia. Permintaan cukup banyak karena jarang ada orang menjual lukisan seperti yang ia buat.

HEDI memulai bisnisnya bukan dengan modal yang besar. Hedi justru memulai usaha dengan semangat, selera, dan rasa suka akan pekerjaan itu sendiri. Modalnya ketika memulai usaha ini cuma Rp 300.000. Kini modal itu telah berubah menjadi "aset" berupa akses pasar. Jumlahnya tidak besar, tetapi relatif lumayan. Omzetnya tiap bulan sekitar Rp 4 juta. "Namun, untuk pasar ekspor, seperti Malaysia, harganya lumayanlah," ujarnya.

Menurut Hedi, pasar yang paling hot untuk karya seninya adalah ke Bali. Orang-orang di Bali lebih menyukai lukisan-lukisan kecil dan cermin berhias lukisan, sedangkan orang Malaysia menyukai lukisan kaligrafi dalam bingkai-bingkai kecil. Untuk penjualan di luar Bandung, Hedi menyerahkan kepada seorang temannya.

"Meskipun saya harus memberi komisi 20 persen, bagi saya lebih enak menggunakan tenaga pemasaran. Kalau dikerjakan sendiri malah tak tertangani karena anak-anak belum bisa saya tinggalkan," kata ibu dari Henrico Aria (7) dan Hesqiva Nadia (3) ini.

Dalam sehari, Hedi bisa melukis sekitar 30 lukisan kaca. "Karena mudahnya, saya bisa menyiapkan persediaan barang untuk bulan depan. Jadi, kalau sedang malas, saya bisa berhenti melukis selama sebulan," katanya sambil tertawa.

Hedi juga melayani pelukisan di atas media yang disediakan oleh pemesan. "Mereka bisa bawa toples atau kaca sendiri. Untuk toples kecil, saya bisa beri dia harga Rp 15.000 atau Rp 30.000 sekali melukis. Harga tergantung jenis cat yang digunakan," ujar Hedi.

Hedi menggunakan cat produksi Jerman dan Korea. Cat dari Jerman lebih mahal harganya daripada cat Korea. "Kualitasnya pun beda. Cat produksi Jerman lebih kental dan warnanya lebih pekat," ungkap Hedi yang menamai produk lukisan kacanya dengan nama anak bungsunya, Hesqiva.

"Namanya tak punya arti. Namun, saya pikir, usaha ini bisa menurun pada anak perempuan saya kelak," tuturnya.

Saat ia sedang melukis, biasanya kedua anaknya juga ikut melukis. Menurut dia, gambar- gambar di dalam buku anak- anak sangat sederhana namun menarik. Hedi biasanya memfotokopi dan menjadikan gambar-gambar itu sebagai pola lukisan. Jika sedang libur, dirinya bersama anak-anaknya memburu gambar-gambar lucu di toko buku.

Lukisan kaca tidak hanya memberinya penghasilan, tetapi juga menjadi hobi bersama keluarganya. (Y09)

Tidak ada komentar: